::..selamat datang di blog kecil ini, semoga setiap tulisan yang tersedia disini, bisa memberikan manfaat yang positif untuk kalian.. terimakasih atas kunjungannya..::


8.26.2011

Tarian Malaikat diatas awan

Share

Sebuah warna biru gelap 
adalah semua yang pernah aku butuhkan.
Di matamu,
nyala api lilin tidak akan pernah dapat
mencapai akhir.
Selama bayangan sayapmu
Membimbingku selamanya.
penderitaan dari patah hati
Tidak akan menghampiri lagi.

Tawa mengisi langit
Saat aku mengikuti jejakmu
Jauh ke dalam matamu,
Kau adalah pesona bagiku.
Belum pernah aku merasa seperti ini
Begitu penuh dengan kebahagiaan,
Denting biola menjadi soundtrack,
Dan aku tak pernah bosan dengan semua ini.

Kekuatan tanganmu

Udara segar mengitariku,
Sebuah pergeseran hebat saat aku mulai jatuh
Jangan biarkan aku pergi
Jangan tanyakan apakah aku mencintaimu

Karena aku tak mampu menjawab dengan kata,
jawabanku adalah kecupan manis di keningmu,
laksana bibir malaikat

yang melengkapi kebahagiaan.

Bisikan selamat tinggal, Sayangku...
Kakiku sekarang di tanah
Berjanjilah kau akan kembali nanti
Untuk tarian malaikat diatas awan.
Dengan kemurnian sayapmu,
yang membuatku menyerah
Cahaya malaikatmu 

mengatakan kepadaku
sehingga terurai makna
bahwa cinta adalah hal yang paling penting

Ummu Rumman: Istri dari Ash-Shiddiq dan Ibunda dari Ash-Shiddiqah

Share Ummu Rumman: Istri dari Ash-Shiddiq dan Ibunda dari Ash-Shiddiqah

Beliau adalah putri dari Amir bin Uwaimar bin Abdi Syams bin Itab bin Adzinah bin Subai’ bin Dahman bin Haris bin Ghanam bin Malik bin Kinanah. Tentang nama asli beliau, ada perbedaan pendapat; ada yang mengatakan Zainab, ada pula yang mengatakan Da’ad.

Ummu Rumman tumbuh di Jazirah Arab, di satu daerah yang disebut “As-Sarah”. Beliau adalah seorang wantia yang cantik, memiliki adab, dan fasih lidahnya. Pada mulanya, beliau dinikahi oleh seorang pemuda yang terpandang pada kaumnya, yang bernama Al-Haris bin Sakhirah Al-Azdi, kemudian melahirkan seorang anak yang bernama Thufail.
Suami beliau ingin tinggal menetap di Mekkah maka dia melakukan perjalanan dengan beliau dan juga putranya menuju ke sana. Telah menjadi kebiasaan bangsa Arab bahwa Al-Haris harus mengikuti perjanjian dengan salah satu orang yang terpandang yang akan melindungi dirinya, maka dia mengikat perjanjian dengan Abdullah bin Abi Quhafah (Abu bakar Ash-Shiddiq). Hal itu terjadi sebelum datangnya Islam.

Setelah berlalu beberapa lama, wafatlah Al-Haris bin Sakhirah, maka tiada yang dilakukan oleh Abu Bakar melainkan melamar Ummu Rumman sebagaimana yang menjadi kebiasaan ketika itu sebagai bukti memuliakan sahabatnya setelah kematiannya. Ummu Rumman menerima lamaran Abu Bakar sebagai suami yang mulia yang mau menjaganya setelah suaminya yang pertama wafat.

Sebelumnya, Abu Bakar telah menikah dan telah memiliki anak bernama Abdullah dan Asma’, kemudian pernikahannya dengan Ummu Rumman melahirkan dua orang anak yang bernama Abdurrahman dan Aisyah Ummul Mukminin.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, Abu Bakar adalah laki-laki pertama yang beriman kepada beliau. Selanjutnya, melalui perantaraan dakwahnya, berimanlah beberapa laki-laki. Kemudian, beliau juga mendakwahi istrinya. Ummu Rumman yang mana beliau berdialog dengannya dan mengajaknya kepada kebaikan yang diinginkan pula oleh jiwanya, maka berimanlah Ummu Rumman bersama beliau. Akan tetapi, beliau meminta agar Ummu Rumman merahasiakan urusan tersebut hingga datangnya keputusan dari Allah tentang urusan tersebut.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mondar-mandir ke rumah Abu Bakar Ash-Shiddiq dari waktu ke waktu, maka Ummu Rumman dapat menjumpainya dengan gembira dan senang hati, beliau menjamunya dengan sebaik-baik jamuan dan menyediakan untuk beliau segala sarana istirahat dan bersenang-senang.

Begitulah, rumah Abu Bakar menjadi tempat tinggal yang mulia bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rumah yang islami dan baik. Adapun Ummu Rumman adalah profil wanita salehah yang berdiri di samping suaminya untuk meringankan penderitaannya, membantunya di saat-saat sulit, dan melewati rintangan keras yang menimpa kaum muslimin pada permulaan. Bahkan, beliau secara maksimal membantu suaminya dengan mendorong semangatnya dan mendorong agar suaminya mencurahkan segenap kemampuannya di jalan dakwah Islam untuk memenangkan kebenaran serta berjuang demi memerdekakan kebanyakan kaum muslimin yang tertindas.

Dilihat dari sisi lain, Ummu Rumman adalah ibu yang penuh kasih dalam mendidik putra-putrinya, yakni Abdurrahman dan Aisyah, dengan didikan terbaik dan menjaga keduanya dengan sebaik-baiknya.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang untuk melamar Aisyah sebagai tanda ketaatan terhadap perintah Allah ta’ala maka bergembiralah Ummu Rumman dengan kebahagiaan yang tiada tara karena mendapatkan hubungan mertua dan menantu yang mulia, dan tidak ada kemuliaan yang lebih darinya.

Bersamaan dengan semakin kerasnya gangguan dari kaum musyrikin terhadap kaum muslimin dan memuncaknya kekejaman serta kezhaliman mereka maka Allah subhanahu wa ta’ala mengizinkan kaum muslimin untuk hijrah ke Madinah. Lalu, tinggallah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama keluarga dan para sahabat serta Abu Bakar yang bersama keluarganya yang menunggu perintah dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk berhijrah.

Kemudian datanglah perintah dan kemudian berhijrahlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ditemani Abu Bakar. Setelah itu, yang masih tinggal di Mekkah di antaranya adalah Ummu Rumman yang memikul tanggung jawab yang besar dengan menanggung kesombongan orang-orang jahiliah yang juga mengancam dan menakut-nakuti dirinya. Asma’ binti Abu Bakar berkata, “Tatkala Abu Jahal bin Hisyam keluar kemudian berdiri di depan pintu, aku pun keluar menemui mereka. Mereka berkata, ‘Di manakah bapakmu, wahai anak Abu bakar?’ Aku (Asma’) menjawab, ‘Aku tidak tahu keberadaan ayahku.’ Maka Abu Jahal yang dikenal bengis dan kejam mengangkat tangannya kemudian menampar pipiku hingga jatuhlah anting-antingku.”

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya sampai dan menetap di Madinah, beliau mengutus Zaid bin Haritsah bersama Abu Rafi’, dan Abu Bakar mengutus Abdullah bin Uraiqath untuk menjemput keluarganya. Kebetulan, mereka berpapasan dengan Thalhah yang hendak berhijrah. Akhirnya, mereka bersama-sama hijrah ke Madinah. Mereka bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga orang-orang yang beriman di Madinah.

Di Madinah itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal seatap dengan Aisyah. Adanya ikatan perkawinan yang baru tersebut merupakan salah satu penyebab kuatnya hubungan antara dua rumah tangga yang mulia, dan hal itu juga membesarkan hati Ummu Rumman karena beliau melihat betapa sayang dan cintanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah, begitu pula menjadi leluasa bagi beliau untuk kembali ke rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menambah bekal dari mata air nubuwwah yang jernih.

Kesedihan Ummu Rumman atas putrinya


Hari-hari berputar hingga terjadilah suatu peristiwa yang di luar perhitungan, yaitu tatkala Aisyah Ummul Mukminin Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq dituduh dengan tuduhan dusta. Fitnah tersebut –yang disebarkan oleh seorang pendusta dan pesuruh munafik yang bernama Ibnul Salul– kemudian tersebar dari mulut ke mulut hingga Ummu Rumman mendengar dusta yang mereka katakan dan berita yang tersebat tersebut. Bahkan, beliau pingsan karena hebohnya isu yang beliau dengar. Akan tetapi, tatkala beliau tersadar, beliau merahasiakan kabar tentang putrinya tersebut karena kasih sayangnya dan beliau memohon kepada Allah agar melepaskan tuduhan yang ditujukan kepada putrinya.
Tatkala Allah menghendaki Aisyah mengetahui isu yang telah tersebar dari mulut ke mulut –beliau mendengar dari Ummu Masthah bin Atsatsah– beliau langsung kembali ke rumah ayahnya untuk mengadukan dan menangis serta menyalahkan ibunya karena menyembunyikan urusan itu.

Berkatalah Ummu Rumman, sedangkan di pipinya menetes air mata, “Wahai putriku, ringankanlah urusan ini bagimu …. Demi Allah, tiada seorang wanita pun yang bersuamikan seseorang yang mencintainya sedangkan dia memiliki madu, melainkan pastilah akan banyak cobaan dari manusia.”
Maka Allah menjawab suara hati dari seorang mukminah dan shadiqah tersebut, hingga turunlah ayat yang membebaskan Ash-Shiddiqah Ummul Mukminin dari tuduhan dusta. Ayat yang senantiasa dibaca dan bernilai ibadah bagi siapa saja yang membacanya hingga hari kiamat,
إِنَّ الَّذِينَ جَاؤُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرّاً لَّكُم بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ
Sesungguhnya, orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu ….” (Q.s. An-Nur:11)

Sungguh, masa tersebut adalah masa yang paling pahit yang dialami oleh Ummu Rumman dalam hidupnya, sehingga hal itu berpengaruh besar pada diri beliau yang menyebabkan beliau sakit, maka Aisyah merawatnya selama beberapa waktu untuk berkhidmat kepada beliau, hingga Allah subhanahu wa ta’ala melewatkannya.
Rasulullah mengunjungi kuburnya dan memohonkan ampun kepada Allah baginya kemudian berdoa,
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ مَا لَقِيَتْ أُمُّ رُ وْمَانٍ فِيْك وَفِي رَسُولِك
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahatahu apa yang telah dikerjakan oleh Ummu Rumman karena-Mu dan Rasul-Mu.”
Semoga Allah meridhai Ummu Rumman karena beliau termasuk rombongan pertama yang masuk Islam, menegakkan seluruh hal yang menjadi konsekuensi iman. bBeliau berhijrah, bersabar dan menghadapi ujian dakwah karena Allah.

Sumber: Mereka adalah Para Shahabiyah, Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu An-Nashir Asy-Syalabi, Pustaka At-Tibyan, Cetakan ke-10, 2009.

Aku Mencintaimu, isteriku

Share


Kendati dirinya telah keliling dunia, bahkan hampir tidak ada negara baru di dalam peta, dan terlalu sering naik pesawat terbang sehingga seperti naik mobil biasa, namun istrinya belum pernah naik pesawat terbang kecuali pada malam itu. Hal itu terjadi setelah 20 tahun pernikahan mereka. Dari mana? Dan kemana? Dari Dahran ke Riyadh. Dengan siapa? Dengan adiknya yang orang desa dan bersahaja yang merasa dirinya harus menyenangkan hati kakaknya dengan semampunya. Ia membawa wanita itu dengan mobil bututnya dari Riyadh menuju Dammam. Pada waktu pulang, wanita itu berharap kepadanya agar ia naik pesawat terbang. Wanita itu ingin naik pesawat terbang sebelum meninggal. Ia ingin naik pesawat terbang yang selalu dinaiki Khalid, suaminya, dan yang ia lihat di langit dan di televisi.

Sang adik mengabulkan keinginannya dan membeli tiket untuknya. Ia menyertakan putranya sebagai mahramnya. Sementara ia pulang sendirian dengan mobil sambil diguncang oleh perasaan dan mobilnya.
Malam itu Sarah tidak tidur, melainkan bercerita kepada suaminya, Khalid, selama satu jam tentang pesawat terbang. Ia bercerita tentang pintu masuknya, tempat duduknya, penerangannya, kemegahannya, hidangannya, dan bagaimana pesawat itu terbang di udara. Terbang!! Ia bercerita sambil tercengang. Seolah-olah ia baru datang dari planet lain. Tercengang, terkesima, dan berbinar-binar. Sementara suaminya memandanginya dengan perasaan heran. Begitu selesai bercerita tentang pesawat terbang, ia langsung bercerita tentang kota Dammam dan perjalanan ke sana dari awal sampai akhir. Juga tentang laut yang baru pertama kali dilihatnya sepanjang hidupnya. Dan juga tentang jalan yang panjang dan indah antara Riyadh dan Dammam saat ia berangkat. Sedangkan saat pulang ia naik pesawat terbang. Pesawat terbang yang tidak akan pernah ia lupakan unuk selama-lamanya.
Ia bercerita sambil tercengang. Seolah-olah ia baru datang dari planet lain. Tercengang, terkesima, dan berbinar-binar. Sementara suaminya memandanginya dengan perasaan heran.
Ia berlutut seperti bocah kecil yang melihat kota-kota hiburan terbesar untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Ia mulai bercerita kepada suaminya dengan mata yang berbinar penuh ketakjuban dan kebahagiaan. Ia melihat jalan raya, pusat perbelanjaan, manusia, batu, pasir, dan restoran. Juga bagaimana laut berombak dan berbuih bagaikan onta yang berjalan. Dan bagaimana ia meletakkan kedua tangannya di air laut dan ia pun mencicipinya. Ternyata asin… asin. Pun, ia bercerita bagaimana laut tampak hitam di siang hari dan tampak biru di malam hari.
“Aku melihat ikan, Khalid! Aku melihatnya dengan mata kepalaku. Aku mendekat ke pantai. Adikku menangkap seekor ikan untukku, tapi aku kasihan padanya dan kulepaskan lagi ke air.
Ikan itu kecil dan lemah. Aku kasihan pada ibunya dan juga padanya. Seandainya aku tidak malu, Khalid, pasti aku membangun rumah-rumahan di tepi laut itu. Aku melihat anak-anak membangun rumah-rumahan di sana. Oh ya, aku lupa, Khalid!” ia langsung bangkit, lalu mengambil tasnya, dan membukanya. Ia mengeluarkan sebotol parfum dan memberikannya kepada sang suami. Ia merasa seolah-olah sedang memberikan dunia. Ia berkata, “Ini hadiah untukmu dariku. Aku juga membawakanmu sandal untuk kau pakai di kamar mandi.”
Ia mengeluarkan sebotol parfum dan memberikannya kepada sang suami. Ia merasa seolah-olah sedang memberikan dunia.
Air mata hampir menetes dari mata Khalid untuk pertama kali. Untuk pertama kalinya dalam hubungannya dengan Sarah dan perkawinannya dengan sang . Ia sudah berkeliling dunia tapi tidak pernah sekalipun memberikan hadiah kepada sang . Ia sudah naik sebagian besar maskapai penerbangan di dunia, tapi tidak pernah sekalipun mengajak sang pergi bersamanya. Karena, ia mengira bahwa wanita itu bodoh dan buta huruf. Apa perlunya melihat dunia dan bepergian? Mengapa ia harus mengajaknya pergi bersama?
Ia lupa bahwa wanita itu adalah manusia. Manusia dari awal sampai akhir. Dan kemanusiaannya sekarang tengah bersinar di hadapannya dan bergejolak di dalam hatinya. Ia melihat istrinya membawakan hadiah untuknya dan tidak melupakannya. Betapa besarnya perbedaan antara uang yang ia berikan kepada istrinya saat ia berangkat bepergian atau pulang dengan hadiah yang diberikan sang istri kepadanya dalam perjalanan satu-satunya dan yatim yang dilakukan sang istri. Bagi Khalid, sandal pemberian sang istri itu setara dengan semua uang yang pernah ia berikan kepadanya. Karena uang dari suami adalah kewajiban, sedangkan hadiah adalah sesuatu yang lain. Ia merasakan kesedihan tengah meremas hatinya sambil melihat wanita yang penyabar itu. Wanita yang selalu mencuci bajunya, menyiapkan piringnya, melahirkan anak-anaknya, mendampingi hidupnya dan tidak tidur saat ia sakit. Wanita itu seolah-olah baru pertama kali melihat dunia. Tidak pernah terlintas di benak wanita itu untuk mengatakan kepadanya, “Ajaklah aku pergi bersamamu!” Atau bahkan, “Mengapa ia tidak pernah bepergian?” Karena ia adalah wanita miskin yang melihat suaminya di atas, karena pendidikannya, wawasannya, dan kedermawanannya. Tapi ternyata bagi Khalid, semua itu kini menjadi hampa, tanpa rasa dan tanpa hati. Ia merasa bahwa dirinya telah memenjara seorang wanita yang tidak berdosa selama 20 tahun yang hari-harinya berjalan monoton.
Ia merasakan kesedihan tengah meremas hatinya sambil melihat wanita yang penyabar itu. Wanita yang selalu mencuci bajunya, menyiapkan piringnya, melahirkan anak-anaknya, mendampingi hidupnya dan tidak tidur saat ia sakit. Wanita itu seolah-olah baru pertama kali melihat dunia.
Kemudian, Khalid mengangkat tangannya ke matanya untuk menutupi air matanya yang nyaris tak tertahan. Dan ia mengucapkan satu kata kepada istrinya. Satu kata yang diucapkannya untuk pertama kalinya dalam hidupnya dan tidak pernah terbayang di dalam benaknya bahwa ia akan mengatakannya sampai kapan pun. Ia berkata kepada istrinya, “Aku mencintaimu.” Ia mengucapkannya dari lubuk hatinya.
Kedua tangan sang istri berhenti membolak-balik tas itu. Mulutnya pun berhenti bercerita. Ia merasa bahwa dirinya telah masuk ke dalam perjalanan lain yang lebih menakjubkan dan lebih nikmat daripada kota Dammam, laut, dan pesawat terbang. Yaitu, perjalanan yang baru dimulai setelah 20 tahun menikah. Perjalanan yang dimulai dengan satu kata. Satu kata yang jujur. Ia pun menangis tersedu-sedu.


Sumber: “Malam Pertama, Setelah Itu Air Mata” karya Ahmad Salim Baduwailan, Penerbit eLBA via shalihah.com

Pelangi

Share


Pelangi  memiliki melodi mereka sendiri,
Ketika mereka membentang di langit,
seperti alunan syair yang menghibur.
Dalam hati kita,
waktu perlahan-lahan melayang olehnya.
Beberapa kali
kita menutup mata kita dalam kerinduan
Membuat suara berbisik dan mendesah,

kita mengajak orang lain
untuk bersama-sama dengan kita
Menikmati pesona keindahan langit.
Dalam saat-saat yang penuh keriangan,
saat dimana kita menyaksikan keindahan langit ini.
Saat sebuah keajaiban yang menawan,
berbentuk pita warna-warni yang menyilaukan mata.
semua lirih, tenang, bahkan tak terdengar bisikan.
Tapi disaat itu, dihati kita bernyanyi
Subhaana-Allah, Robbanaa Maa Khlaqta
Haadzaa Baathilaa,
subhaanaka faqinaa 'adzaaban-Naar.
dan kita tahu,
Allah menempatkan ia (pelangi) disana
tak salah pada tempatnya.

Didalam Hatiku

Share
 
Didalam hatiku ... Pengabian terindah
Didalam hatiku ... Gairah yang membuncah
Didalam hatiku ... Rindu yang menggebu
Didalam hatiku ... Terletak kebahagiaan sejati
Didalam hatiku ... Api asmara yang membakar
Didalam hatiku ... Keinginan yang tak berujung
Didalam hatiku ... Cinta yang tak akan sirna
Didalam hatiku ... Keabadian cinta-Mu bersemi
Didalam hatiku ... Kerinduan untuk bersua dengan-Mu
Didalam hatiku ... Harapan dan kepasrahan pada-Mu
Didalam hatiku ... Hanya Kau yang menempati
Didalam hatiku ... Aku tak menginginkan apapun,
selain cinta-Mu.
Karya : Mas Elang Tresnani

Oh Kekasih

Share

 Karya : Jalaludin Rumi

Oh Kekasih,
Bawalah aku,
Bebaskan jiwaku,
Penuhilah aku dengan cinta

dan bebaskan aku dari dua dunia
Jika aku menetapkan hatiku 

pada apa pun kecuali Engkau,
maka biarkanlah api membakarku.

Oh Kekasih,
ambillah apa yang aku inginkan.
ambillah apa yang aku lakukan.
ambillah apa yang aku butuhkan.
Ambillah segala sesuatu
yang membawaku dari-Mu.


Diterjemahkan oleh :
dari kitab : Matsnawy.

Cinta Tiada Hubungannya dengan Panca Indera

Share

 Karya : Jalaludin Rumi

Cinta tidak ada hubungannya dengan

lima indera dan enam arah:

tujuannya adalah hanya untuk pengalaman

daya tarik yang diberikan oleh Sang Kekasih.

Setelah itu, mungkin, izin

akan datang dari Allah:

rahasia yang harus diceritakan dengan diberitahu

dengan kefasihan lebih dekat untuk memahami

bahwa sindiran halus yang membingungkan.

Rahasianya adalah bermitra dengan yang tak terlihat

tapi Maha Mengetahui segala rahasia.


Diterjemahkan Oleh :
Muhammad Badr Zain El-Faaiz
dari kitab :
Mathnawi III, 1417-1424

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites