::..selamat datang di blog kecil ini, semoga setiap tulisan yang tersedia disini, bisa memberikan manfaat yang positif untuk kalian.. terimakasih atas kunjungannya..::


8.24.2011

Buah Kejujuran (Kisah Abu Bakar Muhammad Al-Bazzaz)

Share

Kelaparan Abu Bakar Muhammad Al-Bazzaz yang Dibalas dengan Kemakmuran Harta.

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali radhiallahu ‘anhu berkata dalam kitab nya Dzailu Thabaqatil Hanabilah, I :196, tentang biografi Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi Al-BaghdadiAl-Bazzaz Al-Anshari (wafat tahun 535 H. di Baghdad), “Syaikh Shalih Abul Qasim Al-Khazzaz Al-Baghdadi menuturkan,”Aku mendengar Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzaz Al-Anshari bercerita, ’Aku pernah tinggal di Mekah-semoga Allah menjaganya-. Pada suatu hari, aku ditimpa kelaparan yang sangat. Aku tidak memiliki apapun untuk melawan rasa lapar. Aku menemukan sebuah kantong sutra yang terikat dengan tali dari kain sutra pula. Aku mengambilnya dan membawanya pulang ke rumah. Aku membukanya dan ternyata isinya adalah sebuah kalung mutiara yang belum pernah aku lihat sebelumnya.

Aku keluar, dan mendengar ada seseorang yang telah berusia lanjut mencari kalung itu. Ia membawa kantong berisi uang 500 dinar. Ia berkata, ”Ini adalah hadiah bagi siapa saja yang mengembalikan kantongku yang berisi mutiara.” Aku membatin, ‘Aku sedang butuh dan lapar. Aku akan mengambil dinar tersebut dan memanfaatkannya. Aku akan mengembalikan kantong berisi mutiara ini kepadanya.’
Aku berkata kepadanya, ’Kemarilah bersamaku.’ Aku membawanya ke rumahku. Ia menyampaikan kepadaku ciri-ciri  kantong itu, tali pengikatnya, dan mutiara yang berada di dalamnya. Maka, aku mengeluarkan kantong itu dan mengembalikan kepadanya. Ia menyerahkan 500 dinar kepadaku, tetapi aku tidak mau mengambilnya. Aku berkata, ‘Aku harus mengembalikannya kepadamu, dan tidak akan mengambil upah.’ Ia berkata kepadaku, ”Kamu harus menerimanya.” Ia terus mendesakku, tetapi aku tetap menolaknya. Maka, iapun meninggalkanku dan pergi.

Selanjutnya, aku pergi meninggalkan kota Mekah. Aku mengarungi lautan. Tiba-tiba, perahu kami pecah, dan para penumpangnya tenggelam. Harta mereka musnah. Aku selamat dengan berpegangan pada pecahan kayu perahu tersebut. Aku terombang-ambing di lautan untuk beberapa waktu, tanpa tahu kemana air akan membawaku. Aku terdampar di sebuah pulau yang ada penduduknya. Aku singgah di sebuah masjid. Orang-orang mendengarku membaca Al-Qur’an. Semua orang yang tinggal di pulau tersebut mendatangiku dan berkata, “ Ajarilah aku membaca Al-Qur’an.” Maka, aku pun mendapatkan banyak harta dari mereka.
Di masjid itu aku melihat beberapa lembar kertas  mushaf. Aku pun mengambil dan membacanya. Orang-orang bertanya kepadaku, ”Anda bisa menulis?” ‘Ya,’ jawabku. Mereka berkata, “Ajarilah kami menulis.” Maka, mereka datang membawa anak-anak mereka, baik yang masih kecil maupun para pemudanya. Aku pun mengajari mereka, dan aku mendapatkan imbalan harta yang berlimpah. Setelah itu, mereka berkata kepadaku, “Disini ada seorang anak perempuan yatim. Ia memiliki banyak harta, dan kami ingin Anda menikahinya.” Aku menolak, namun mereka berkata,”Ini harus!” Mereka terus memaksaku, dan akhirnya akupun mengiyakannya.

Ketika mereka membawanya kepadaku, mataku terbelalak melihatnya. Aku melihat sebuah kalung tergantung di lehernya. Aku terpaku memandanginya. Mereka berkata, ”Wahai Syaikh, Anda telah mematahkan hati wanita yatim ini dengan pandanganmu kepada kalung itu. Mengapa Anda memandangnya seperti itu?” Aku pun menceritakan kisah kalung mutiara yang pernah kutemukan dulu kepada mereka. Mereka terperanjat, sembari mengucapkan takbir dan tahlil, hingga terdengar oleh seluruh penduduk pulau. Aku bertanya ‘Ada apa dengan kalian?’ Mereka menjawab, “Syaikh, yang memiliki kalung itu adalah ayah wanita ini. Ia pernah mengatakan, “Aku belum pernah menemukan seorang muslim sejati di dunia ini, selain orang yang telah mengembalikan kalungku ini kepadaku.” Lalu, ia berdoa, ”Ya allah, kumpulkanlah ia denganku, sehingga aku dapat menikahkannya dengan putriku.”  Dan sekarang hal itu telah tewujud.

Aku tinggal di pulau itu, dan aku dikaruniai dua orang anak. Setelah wanita itu wafat, aku mewarisi kalung tersebut bersama kedua anakku. Lalu, kedua anakku pun wafat, sehingga kalung itu menjadi milikku. Aku menjualnya seharga 100.000 dinar. Harta yang kalian lihat bersamaku ini adalah sisa-sisa dari harta tersebut.”


Sumber: Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama, Syaikh Abdul Fatah,  Zam-Zam Mata Air Ilmu, 2008 Judul asli: Shafahat min Shabril ‘Ulama’, Syaikh Abdul Fatah, Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyyah cet. 1394 H./1974 M.

Infaq-nya Sahabat Nabi

Share

Begitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, unta beliau menderum di kebun milik dua orang anak dari kalangan sahabat beliau. Maka, tempat itulah yang dijadikan sebagai areal masjid. Kedua anak tersebut lebih memilih menghibahkan tanah itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di dalam hadis tentang peristiwa hijrah yang panjang disebutkan, “Lalu, beliau mengendarai binatang tunggangannya dengan diiringi orang-orang. Sampai akhirnya, binatang tersebut menderum di lokasi (calon) masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Di tempat itu, hari itu juga beliau mendirikan shalat bersama kaum muslimin. Lokasi tersebut adalah kebun kurma milik Suhail dan Sahl, dua orang anak yatim yang berada di bawah asuhan As’ad bin Zurarah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika binatang tunggangannya menderum di tempat tersebut, ‘Tempat ini, insya Allah, akan menjadi tempat tinggal (saya).’ Kemudian, beliau memanggil dua orang anak pemilik tanah tersebut dan menawar tanah mereka untuk dijadikan masjid. Keduanya berkata, ‘Tidak, bahkan kami menghibahkannya untukmu, wahai Rasulullah.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam enggan untuk menerimanya sebagai hibah, hingga beliau membelinya dari keduanya ….” (H.r. Bukhari, no. 3906)

Lihatlah, salah seorang dari kaum muda sahabat. Ketika ia menerima warisan dari ibunya berupa sejumlah harta yang menyenangkan jiwa, ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sedekah yang mesti ia keluarkan. Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, ia berkata, “Seorang anak datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –menurut riwayat lain, “Seorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam–, ‘Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dan meninggalkan perhiasan. Apakah aku boleh menyedekahkannya atas nama ibuku?’ Beliau bertanya, ‘Ibumu menyuruhmu untuk melakukannya?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Beliau bersabda, ‘Tahanlah kalung ibumu itu.’”
Ubaidillah bin Abbas terkenal sebagai seorang dermawan. Ibnu Sa’ad berkata, “Abdullah dan Ubaidillah, dua orang putra Abbas. Jika keduanya datang ke kota Mekah maka Abdullah menyebarkan ilmu ke segenap penduduknya, sedang Ubaidillah membagi-bagikan makanan untuk mereka. Ubaidillah adalah seorang pedagang.”

Pada perisitiwa perang Khandaq, di saat penderitaan kaum muslimin menjadi-jadi, Jabir merasa sedih melihat kondisi yang menimpa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia memiliki kisah kepahlawanan tersendiri yang ia tuturkan sendiri, “Pada hari-hari pertempuran Khandaq, kami menggali parit. Ada sebongkah batu keras yang menghalang. Orang-orang datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Ada batu keras yang melintang di parit.’ Beliau bersabda, ‘Aku yang akan turun (tangan).’ Lalu, beliau berdiri, sedangkan ketika itu ada batu yang terikat di perut beliau. Kami melewati tiga hari tanpa menyantap makanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil godam dan memukulkannya (ke batu), hingga batu itu hancur menjadi pasir berhamburan. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan aku kembali pulang ke rumah.’ Aku berkata kepada istriku, ‘Aku melihat pada diri Rasulullah sebuah kesabaran. Apakah kamu ada sedikit makanan?’ Istriku menjawab, ‘Aku punya gandum dan seekor anak kambing.’ Aku pun menyembelih kambing dan menumbuk gandum. Lalu, aku masukkan daging ke dalam periuk.

Aku datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika adonan telah melunak dan daging dalam wadah di atas tungku hampir matang. Aku berkata, ‘Aku mempunyai sedikit makanan, silakan Anda datang bersama satu atau dua orang ke rumahku.’ Beliau bertanya, ‘Seberapa banyak makanan itu?’ Aku beritahukan jumlahnya. Beliau bersabda, ‘Makanan yang banyak dan baik.’ Beliau melanjutkan, ‘Katakan kepada istrimu untuk tidak mengangkat pembakaran dan adonan roti dari perapian hingga aku datang.’ Beliau berkata kepada para sahabatnya, ‘Bangkitlah kalian!’ Maka, segenap kaum Muhajirin dan Anshar bangkit berdiri.” Ketika Jabir masuk menemui istrinya, ia berkata, “Rasulullah akan datang bersama kaum Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang ada bersama mereka.” Istrinya bertanya, “Apakah beliau menanyakan sesuatu kepadamu?” Jabir menjawab, “Ya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Masuklah kalian dan jangan berdesak-desakan.”

Beliau mulai memotong-motong roti dan menaruh daging di atasnya, lalu menutup periuk dan perapian bila mengambil (daging atau roti) darinya. Lalu, beliau mendekatkannya kepada para sahabatnya dan mengambilkannya. Beliau terus memotong-motong roti hingga semua orang kekenyangan, dan ternyata makanan itu masih tersisa.” Jabir berkata kepada istrinya, “Makanlah ini dan hadiahkanlah, sungguh orang-orang sedang ditimpa kelaparan.” (H.r. Bukhari, no. 4101; Muslim, no. 2039)

Barangkali, generasi muda saat ini tidak memahami nilai harta bagi keluarga mereka sebab mereka masih hidup di bawah tanggungan biaya keluarga. Adapun mereka, generasi muda sahabat, sangat dermawan menginfakkan harta meskipun hanya sedikit yang mereka miiki. Bahkan, sebagian di antara mereka ada yang rela melewati malam dalam kondisi lapar. Bahan, makanan untuk diri dan keluarganya ia infakkan di jalan Allah.

Alangkah bagusnya bila generasi muda melatih dirinya berinfak dan berderma. Yang menjadi tolak ukur bukan besaran harta yang diinfakkan, melainkan niat tulus yang dengannya mereka mendermakan sedikit harta yang dimiliki. Jumlah yang sedikit ini teramat besar di sisi Allah. Dia tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.
Begitulah perilaku yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya, yakni ketika beliau bersabda,
مَامِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍإِ لاَّوَسَيُكَلِّمُهُ الله يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ بَيْنَ الله ِوَبَيْنَهُ تُرْ جُمَا نٍّ,ثُمَّ يَنْظُرُ فَلاَ يَرَ ى شَيْأَ قُدَّا مَهُ,ثُمَّ يَنْظُرُ بَيْن يَدَ يْهِ فَتَسْتَقْيِلُهُ النَّا رُ,فَمَنْ اسْتَطَا عَ مِنْكُمْ أَنْ يَتَّقِيَ النَّارَ وَلَوْ يِشِقِّ تَمْرَةٍ
Tidak seorang pun di antara kalian kecuali dia akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat. Tidak ada penerjemah antara dirinya dengan Allah. Kemudian ia melihat ternyata tidak ada sesuatu pun yang ia persembahkan. Selanjutnya, ia menatap ke depan ternyata neraka telah menghadangnya. Oleh karena itu, barang siapa di antara kalian yang bisa menjaga diri dari neraka, meski hanya dengan (memberikan) sebelah kurma (maka lakukanlah).”

Menurut riwayat yang lain, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perihal neraka. Lalu beliau memohon perlindungan darinya dan memalingkan wajah beliau. Beliau kembali menyebutkan perihal neraka, lalu memohon perlindungan darinya dan memalingkan wajah. Syu’bah berkata, ‘Untuk dua kali tindakan yang beliau lakukan, aku tidak meragukannya.’ Kemudian beliau bersabda, Jagalah diri kalian dari neraka meski hanya dengan (menginfakkan) sebelah kurma. Biarpun yang tidak mendapatkannya, maka hendaknya ia mengucapkan kata-kata yang baik’.”

Sumber: Biografi Generasi Muda Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy, Zam-Zam, Cetakan 1, 2009.

Buah Ketaatan

Share


Dari Humaid bin Hilal, dari seorang pria, dia mengatakan:
“Saya datang kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam,
kemudian beliau memperlihatkan kepada saya sebuah rumah, seraya berkata,
‘Ada seorang wanita yang dulu tinggal di sini, kemudian ikut berperang bersama kaum muslimin.
Dia meninggalkan 12 ekor kambing dan sebuah alat tenun.
Sepulangnya dari perang, dia kehilangan seekor kambing berikut alat tenunnya.
Lalu dia berdoa, ‘Ya Rabb, sesungguhnya Engkau telah menjamin bagi orang yang keluar di jalan-Mu,
bahwa Engkau akan menjaga barang kepunyaannya.
Sekarang aku telah kehilangan seekor kambing dan alat tenun.
Aku mohon Engkau mengembalikan barang kepunyaanku itu.’

Kemudian Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam menceritakan bagaimana kuatnya permohonannya kepada Allah,
dan ternyata di pagi harinya dia mendapatkan kembali kambingnya bersama seekor lain, juga alat tenunnya, tidak hanya satu tetapi menjadi dua.”
(H.R. Ahmad dalam Al-Musnad.)

Biografi Ellang Tresnani (The Eagle of Love)

Share
LATAR BELAKANG

Muhammad Badr Zain Al-Faaiz


Nama aslinya adalah Muhammad Badr Zain Al-Faaiz.
Ia dilahirkan di daerah terpencil di selatan kota Garut, Jawa Barat - Indonesia pada 07 Jully 1987.
Ia dilahirkan dari keluarga yang sederhana, bahkan bisa dikatakan serba kekurangan dari segi kehidupan finansialnya.
Orang tuanya bercerai sejak usianya 1 tahun, ayahnya meninggalkan ia dan ibunya dengan tidak meninggalkan harta sepeser pun. Alhasil, ibunya berjuang keras untuk menghidupinya dan perjuangan ibunya itu merupakan inspirasi buat perjalanan hidupnya kelak.

Sejak perceraan kedua orang tuanya, ia dibesarkan dan di didik oleh kakek dan neneknya dengan didikan yang tegas dan keras.
pernah suatu ketika ia tidak mendirikan shalat dluhur, dan tidak belajar ngaji ia dihukum oleh kakek dan pamannya dengan hukuman tidak diberi makan dan dicambuk dengan rotan, padahal usianya waktu itu masih 7 tahun.
Kakek dan pamannya itu bertujuan menanamkan sifat agar kelak Ia menjadi anak yang ta'at dalam menjalankan ajaran agama, dan menanamkan bahwa setiap pelanggaran itu pasti akan mendapatkan sanksi tegas.

Beranjak remaja, Ia menjalani kehidupan dengan beraneka ragam warna, Ia pernah terjerumus dalam gelapnya kehidupan.
misalnya ia pernah mendekam di penjara Rutan Kebon Waru Bandung, saat usianya masih 14 tahun.
dengan dakwaan sebagai otak demo anarkis gara-gara adanya praktek kristenisasi.
Ia pun pernah menjadi budak nafsu angkara, diantaranya : mencuri, mabuk-mabukan, bahkan menjadi pecandu narkoba.
Akibatnya, ia dibenci dan dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya yang dikenal kental dengan kehidupan religius di kampung halamannya, bahkan keluarganya pun sangat kecewa padanya.
Padahal ia terkenal anak yang pandai secara akademisi di sekolah, dan di madrasah tempatnya belajar agama.

Di sekolahnya, ia selalu mendapatkan peringkat 1, dan menjadi idola setiap orang tua kala itu.
Tetapi kehidupan selanjutnya berkata lain, ia malah tumbuh menjadi sosok remaja yang nakal, arogan, dan keras kepala.

Akan tetapi, sebagaimana pepatah mengatakan : "roda itu akan selalu berputar, tidak akan selamanya diatas atau dibawah" suatu saat kehidupan pasti berubah karena sifat dari makhluk itu berubah-rubah, alias tidak ada yang tetap dalam satu tempat dan kesempatan.
Hal ini pun terjadi pada kehidupan dirinya. Berkat hidayah Allah, ia menemukan seberkas sinar cerah dalam hidupnya.
Ia berniat untuk memperbaiki dirinya dengan alasan yang ia ungkapkan dalam syair pendeknya :
"saat ini, aku hidup dalam gelap,
tapi aku tidak takut dan tidak malu hidup dalam kegelapan,
karena esok mentari pasti kembali,
bersinar menerangi derap langkahku."
Melalui syair pendek ini, ia seolah ingin mengatakan bahwa : ia tidak ditakdirkan untuk menjadi sosok manusia yang membangkang pada Allah.

dengan tekad yang bulat, ia meninggalkan dunianya (saat itu, ia menjadi DJ di Bali).
dan pergi melakukan ziarah / silaturahmi kepada para Ulama, memohon do'a dan pembelajaran tentang agama.
Ia pun sempat bermukim belajar agama di madrasah (Pondok Pesantren), diantaranya : Ma'had Abu Bakar As-Shidiq Surabaya, Ma'had Minhaj As-Sunnah Magelang, Pondok Pesantren Az-Zuhry Semarang, Pondok Pesantren Miftahul-Huda Manonjaya Tasikmalaya, Nurul 'Arief Salam Tasikmalaya, dan Ma'had Al-Madienah Bandung, serta berguru secara interaktif kepada para Ulama di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Berbekal latar belakang pendidikan agama dari  madzhab yang berbeda (Imam Syafi'i, Hanbali, Maliki, dan Hanafi), mempengaruhi pola fikirnya tentang agama Islam, hal itu lebih kepada toleransi pengamalan agama yang kerap menjadi khilfiyyah (perselisihan) yang terkadang menjadi pemicu perpecahan di kalangan umat.
walaupun secara pribadi ia adalah penganut madzhab Imam Syafi'i.

MENULIS ADALAH HOBBY / KEGEMARAN.


Menulis adalah hobby-nya sejak kecil semenjak usianya 10 tahun, papun pengalamannya pasti ia tuangkan dalam buku.
Pemuda yang TIDAK SUKA MEMAKAI CELANA PANJANG DAN KEMEJA LENGAN PANJANG ini, selalu membawa buku + pena kemanapun ia pergi.
Ia menulis apapun yang ia lihat dan ia rasakan, bahkan obrolan bersama temannya pun bisa menjadi inspirasi buatnya menulis.
diantaranya ia suka menulis puisi-puisi bertema cinta : kepada lawan jenis, kepada Allah, dan menterjemahkan sendiri syair-syair sufi, Artikel seputar Islam, kisah para Sufi, dll.

PUISI-PUISI ELANG TRESNANI

diantara puisi-puisi yang ia tulis dan sudah di posting di blog ini (sampai tanggal 25 Agustus jam 01.00 am) adalah sebagai berikut :
  1. Memikirkanmu
  2. Cintaku akan terus tumbuh untukmu
  3. Jutaan kali aku melihatmu
  4. Bisikan Angin Malam
  5. Rindu
  6. Malaikat di rembulan malam
  7. Hanya Engkau Yaa Allah
  8. Elang Tresnani
  9. Sebuah Puisi Tentang Islam
  10. Pelukan Hangat
  11. Cinta Sejati
  12. Dalam hati, pikir, dan jiwaku
  13. Selamat Ulang Tahun
  14. Rembulan malam
  15. Berharap kau ada disini
  16. Berharap mimpi termanis malam ini
  17. Aku merindukanmu, Ibu
  18. Menyukaimu
  19. Keinginanku
  20. Memimpikanmu
  21. Kepercayaan
  22. Hanya Bisikan
  23. Kebohonganku
  24. Tiada Kata
 dan masih banyak lagi puisi-puisi dan syair-syair para sufi yang belum di posting di blog ini.

Itulah sedikit tentang perjalanan kehidupan seorang manusia lemah, naif, dan hina yang sedang berusaha meraih mimpi untuk menjadi manusia sejati sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah Subhaanahu wa ta'aalaa.
semoga kisah ini bisa bermanfaat untuk pemilik kisah nyata ini, dan untuk para pembaca yang berkunjung ke blog ini.
Yang harus di ingat adalah :
"perjalanan awal kehidupan bukanlah penilaian utama,
karena yang menentukan adalah akhir dari sebuah kehidupan.
bagaimana kita bisa mengakhiri kehidupan kita
dengan sesuatu kebaikan (Husnul-Khotimah)".

Dan untuk mengenal lebih jauh secara pribadi pemilik kisah ini, silakan add akun facebook-nya yang bernama : Mas Elang Tresnani, atau akun-nya Muhammad Badr Zain Al-Faaiz.

"Allaahumma Tsabbit quluubanaa 'alaa dienika
wa 'alaa thoo'atika bi rohmatka yaa arhama-ar-raahimien".
"Yaa Allah, tetapkan dan teguhkanlah kami pada agama-Mu,
dan pada kepatuhan kepada-Mu dengan rahmat-Mu wahai Maha Menyayangi".
aamien.



Kedermawanan ditengah Kemiskinan

Share


Al-Mas’udi dalam kitab Murujuzd Dzahab  VII:73-75,
dan Al-Qadhi Iyadh dalam Tartibul Madarik III: 212-213,
menuturkan tentang biografi pakar peperangan dan sirah, Muhammad bin Umar Al-Waqidi (wafat tahun 207 H),
bahwa Muhammad bin Sa’d telah berkata, ”Al-Waqidi pernah melihatku sedang gundah.
Ia berkata kepadaku, ’Jangan gundah, karena rezeki datang dari arah yang tidak terduga.’
Suatu hari aku mengalami kesulitan sampai aku harus menjual kudaku.
Yahya bin Khalid menungguku dalam waktu yang lama.
Aku pun meminta maaf kepadanya, hingga akhirnya ia memahami kondisiku.
Ia memberiku uang 500 dinar, lalu aku membawanya pulang ke rumah.
Dalam benakku uang itu akan aku gunakan untuk membayar hutang dan memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, tiba-tiba pintu rumahku diketuk oleh seorang laki-laki dari Madinah yang telah dirampok hartanya.
Ia adalah keturunan Abu Bakar Ash-Shidiq radhiallahu ‘anhu.
Ia mengeluhkan keadaannya kepadaku.
Maka, aku memberikan sisa uang itu kepadanya dan aku gagal untuk membeli kuda baru.

Yahya bin Khalid menungguku, maka aku beritahukan kepadanya apa yang telah terjadi.
Maka, ia mendatangi laki-laki keturunan Abu Bakar tadi dan menanyainya.
Laki-laki itu menjawab, ‘Benar, aku telah menerima dinar-dinar itu darinya, namun ketika aku sampai di rumah, datanglah fulan keturunan Anshar. Ia mengadukan keadaannya kepadaku, maka aku pun memberikan dinar-dinar itu kepadanya.’

Yahya mendatangi keturunan Anshar itu.
Ia bertanya kepadanya, apakah laki-laki keturunan Abu Bakar itu telah memberinya uang ?
Laki-laki itu pun menceritakan kejadian yang sebenarnya, dan Yahya bin Khalid takjub dengan kedermawanan kami.

Lalu. Yahya memberiku seribu dinar lagi, juga kepada laki-laki keturunan Abu Bakar dan keturunan Anshar itu dalam jumlah yang sama.
Di tambah lima ratus untuk istriku, karena kesedihannya saat aku memberikan dinar-dinar itu kepada laki-laki keturunan Abu Bakar.”

Al-Waqidi menuturkan, “Aku memiliki dua teman, salah seorang dari keduanya adalah Al-Hasyimi.
Kami sangat akrab laksana satu jiwa.
Suatu saat aku ditimpa kesulitan yang amat sangat, padahal hari raya Ied sudah dekat.
Istriku berkata kepadaku,
Kita masih bisa bersabar menghadapi kesulitan dan kesengsaraan ini,namun anak-anak kita, hatiku merasa teriris  karena kasihan kepada mereka. Mereka mellihat anak-anak tetangga berhias dan berpakaian bagus di hari raya, sementara anak-anak kita masih  tetap dengan pakaian usang mereka. Sekiranya engkau bisa mengusahakan sesuatu, sehingga kita bisa membelikan mereka pakaian yang pantas.’

Maka, aku menulis surat kepada kawanku, Al-Hsyimi.
Aku meminta bantuannya.
Ia pun mengirimkan kepadaku sebuah kantong bersegel.
Ia menyatakan bahwa isinya uang seribu dirham.
Aku belum berbuat sesuatu dengan uang itu, namun tiba-tiba kawanku yang lain menulis surat kepadaku.
Ia mengeluhkan kepadaku seperti yang pernah aku keluhkan, maka kantong tersebut aku kirim kepadanya.
Lalu, aku pergi ke masjid. Aku bermalam disana, karena aku merasa tidak enak kepada istriku. Kemudian aku pulang ke rumah. Saat aku masuk menemuinya, ia menganggap baik apa yang telah aku lakukan, sehingga ia tidak menyalahkanku.

Ketika dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba datanglah temanku, Al-Hasyimi, dengan membawa kantong tersebut seperti sedia kala. Ia berkata kepadaku, “Katakanlah kepadaku dengan jujur, apa yang engkau lakukan terhadap uang yang telah aku kirim kepadamu?” Maka, aku pun menceritakan apa yang telah terjadi.
Ia berkata, “Engkau mengirim surat kepadaku meminta bantuanku. Aku tidak mempunyai sesuatu pun, selain apa yang aku kirim kepadamu. Dan, aku menulis surat kepada teman kita untuk meminta bantuan, maka ia pun mengirimkan kantongku ini masih dengan segelnya.”
Al-Waqidi berkata, “ Maka, kami memakai seribu dirham itu secara bersama-sama. Kami membaginya menjjadi tiga, setelah kami menyisihkan seratus dirham untuk istriku. Berita ini sampai ke telinga Al-Makmun. Ia memanggilku, lalu aku pun menjelaskan kejadian sebenarnya. Maka. Ia member kami 7000 dinar. Masing-masing dari kami mendapat 2000 dinar, dan 1000 dinar untuk istriku.”


Sumber: Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama, Syaikh Abdul Fatah,  Zam-Zam Mata Air Ilmu, 2008
Judul asli: Shafahat min Shabril ‘Ulama’, Syaikh Abdul Fatah, Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyyah cet. 1394 H./1974 M.

Dan Allah pun tertawa karenanya...

Share


Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Sungguh, aku mengetahui orang yang paling terakhir keluar dari neraka dan orang yang paling terakhir masuk surga. Dia adalah seorang lelaki yang keluar dari neraka sembari merangkak. Allah tabaraka wa ta’ala berkata kepadanya, ‘Pergilah kamu, masuklah ke dalam surga.’ Kemudian diapun mendatanginya dan dikhayalkan padanya bahwa surga itu telah penuh. Lalu dia kembali dan berkata, ‘Wahai Rabbku, aku dapati surga telah penuh.’ Allah tabaraka wa ta’ala berfirman kepadanya, ‘Pergilah, masuklah kamu ke surga.’.” 
Nabi berkata, : “Kemudian diapun mendatanginya dan dikhayalkan padanya bahwa surga itu telah penuh. Lalu dia kembali dan berkata, ‘Wahai Rabbku, aku dapati surga telah penuh.’ Allah tabaraka wa ta’ala berfirman kepadanya, ‘Pergilah, masuklah kamu ke surga. Sesungguhnya kamu akan mendapatkan kenikmatan semisal dunia dan sepuluh lagi yang sepertinya’ atau ‘Kamu akan memperoleh sepuluh kali kenikmatan dunia’.” Nabi berkata, “Orang itu pun berkata, ‘Apakah Engkau hendak mengejekku, ataukah Engkau hendak menertawakan diriku, sedangkan Engkau adalah Sang Raja?’.” 
Ibnu Mas’ud berkata, “Sungguh, ketika itu aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi taringnya.” Periwayat berkata, “Maka orang-orang pun menyebut bahwa dialah sang penghuni surga yang paling rendah kedudukannya.” 

Dalam riwayat lain disebutkan: Maka Ibnu Mas’ud pun tertawa, lalu berkata, “Apakah kalian tidak bertanya kepadaku mengapa aku tertawa?”. Mereka menjawab, “Mengapa engkau tertawa?”. Beliau menjawab, “Demikian itulah tertawanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. -Ketika itu- mereka -para sahabat- bertanya, ‘Mengapa anda tertawa wahai Rasulullah?’. ‘Disebabkan tertawanya Rabbul ‘alamin tatkala orang itu berkata, ‘Apakah Engkau mengejekku, sedangkan Engkau adalah Rabbul ‘alamin?’. Lalu Allah berfirman, ‘Aku tidak sedang mengejekmu. Akan tetapi Aku Mahakuasa melakukan segala sesuatu yang Kukehendaki.’.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [2/314-315])

Hadits yang agung ini memberikan pelajaran, di antaranya:
  1. Beriman terhadap keberadaan surga dan neraka. Surga merupakan tempat tinggal bagi orang-orang yang beriman, sedangkan neraka merupakan tempat tinggal orang-orang yang kufur kepada Rabbnya
  2. Iman kepada hari akhir serta pembalasan amal manusia kelak di akherat
  3. Iman kepada perkara gaib
  4. Iman bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar-benar utusan Allah yang berbicara berlandaskan wahyu dari-Nya, bukan menyampaikan dongeng atau cerita yang beliau karang sendiri
  5. Dorongan untuk beramal salih agar termasuk penduduk surga, dan peringatan dari kemaksiatan yang dapat menyeret pelakunya ke dalam jurang neraka
  6. Boleh tertawa, dan hal itu bukanlah perkara yang dibenci dalam sebagian kondisi dan kesempatan. Hal itu juga tidak menyebabkan jatuhnya muru’ah/kehormatan selama tidak sampai melampaui batas kewajaran (lihat Syarh Muslim [2/315])
  7. Boleh menirukan tertawanya orang lain dengan tujuan menggambarkan keadaan sosok yang patut diteladani sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Mas’ud menirukan tertawanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat Fath al-Bari [11/503])
  8. Pada hari kiamat kelak, Allah berbicara kepada hamba-hamba-Nya (lihat Shahih al-Bukhari, Kitab at-Tauhid, hal. 1490-1491)
  9. Allah Maha kuasa atas segala sesuatu
  10. Allah adalah Sang Raja (al-Malik) yang menguasai jagad raya
  11. Allah adalah Rabb (pemelihara dan pengatur) alam semesta
  12. Allah Maha berkehendak
  13. Allah pun bisa tertawa, namun tertawanya Allah tidak sebagaimana makhluk. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syura: 11). Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Para salaf telah bersepakat menetapkan ‘tertawa’ ada pada diri Allah. Oleh sebab itu wajib menetapkannya (menerimanya, pent) tanpa menyelewengkan maknanya, tanpa menolaknya, tanpa membagaimanakan sifatnya, dan tidak menyerupakannya. Itu merupakan tertawa yang hakiki yang sesuai dengan -keagungan- Allah ta’ala.” (lihat Syarh Lum’at al-I’tiqad, hal. 61)
  14. Kenikmatan yang ada di Surga jauh berlipat ganda daripada kenikmatan di alam dunia (lihat Shahih Bukhari, Kitab ar-Riqaq, hal. 1329). Oleh sebab itu tidak selayaknya kenikmatan yang sedemikian besar ‘dijual’ demi mendapatkan kesenangan dunia yang sedikit dan sementara saja, bahkan tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan akherat
  15. Khayalan atau perasaan tidak bisa dijadikan sebagai pegangan, tetapi yang dijadikan pegangan adalah wahyu/dalil atau perkataan orang yang benar-benar mengetahui/berilmu
  16. Wajib mematuhi perintah Allah dan Rasul-Nya
  17. Luasnya rahmat Allah ta’ala, tatkala orang yang paling terakhir keluar dari neraka pun masih merasakan kenikmatan surga yang sepuluh kali lipat dari kenikmatan dunia
  18. Orang mukmin yang dihukum di neraka karena dosa besarnya maka suatu saat akhirnya diapun akan dikeluarkan darinya dan masuk ke dalam surga. Sehingga ini merupakan bantahan bagi Khawarij yang beranggapan bahwa pelaku dosa besar kekal di dalam neraka (lihat Syarh Muslim [2/323])
  19. Ada sebagian orang beriman yang ‘mampir’ dulu ke neraka sebelum dimasukkan ke dalam surga, tentu saja hal itu bukan karena kezaliman Allah namun karena dosa besar yang mereka lakukan
  20. Peringatan atas bahaya dosa-dosa besar bagi pelakunya di akherat kelak -apabila dia belum bertaubat darinya-, karena pelakunya termasuk golongan orang yang diancam dengan siksa neraka, wal ‘iyadzu billah
  21. Tidak boleh bersikap meremehkan dosa-dosa besar
  22. Orang yang benar-benar memahami keutamaan tauhid bukanlah orang yang menganggap sepele dosa-dosa besar. Oleh sebab itu Ibnu Mas’ud pernah berkata, “Seorang mukmin melihat dosa-dosanya seolah-olah dia sedang duduk di bawah bukit yang dia khawatir akan runtuh menimpa dirinya. Adapun orang fajir melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat di atas hidungnya kemudian cukup dia usir dengan cara seperti ini -yaitu dengan menggerakkan tangannya semata-.” (lihat Fath al-Bari [11/118])
  23. Hadits ini juga menunjukkan keadilan Allah ta’ala dimana Allah memberikan hukuman kepada orang-orang yang berbuat dosa besar kelak di akherat sesuai dengan kehendak-Nya, meskipun bisa saja Allah berkehendak untuk mengampuninya (untuk sebagian hamba-Nya)
  24. Hadits ini menunjukkan keutamaan orang yang lebih dulu masuk surga
  25. Anjuran untuk berlomba-lomba dalam beramal supaya bisa menjadi golongan orang yang terdahulu masuk surga
  26. Orang yang masuk surga itu bertingkat-tingkat dalam hal keutamaan diri dan balasan yang mereka dapatkan
  27. Hadits ini menunjukkan keutamaan tauhid, karena tidaklah orang masuk surga kecuali karena tauhid yang dilaksanakannya ketika di dunia
  28. Hadits ini juga menunjukkan bahaya syirik dan kekafiran, karena tidaklah seorang kekal di dalam neraka melainkan karena sebab dosa syirik besar dan kekafiran yang dilakukan olehnya

Elang Tresnani : Sebuah asa atas cinta.

Share
Ketika Aku meihat dimata syurgawi-mu
Aku meihat sebuah kecerahan
dan kebahagiaan di masa depan,
hingga membuat aku terjatuh dalam cintamu.

Ya..!!
Aku mencintaimu dengan segenap hatiku,
Tiada cinta yang kuinginkan selain cintamu,
Hatiku berdetak hanya untuk satu cinta,
yaitu cintamu.
Cintaku untukmu adalah tak terbahasakan
seperti elang yang terbang tinggi di awan
yang berharap sayapku
mampu selimuti hatimu,
dan suaraku mampu memekik nyaring
dan berkata : Aku Mencintaimu..

aku terbang tinggi di angkasa
hanya untuk menemukanmu
dan berharap kau menemukanku jua.
seperti gelombang di samudera :
hatiku bergemuruh saat aku melihatmu.
aku tak tahu
apa yang akan terjadi pada kehidupanku
jika aku tidak bertemu dan menatap wajahmu.

Sungguh...!!
Suatu pemandangan yang indah
bila aku dapat menatapmu,
dan merengkuhmu dalam pelukanku.

Meski kau berlalu
saat aku menjelma hadir dalam hidupmu.
Tapi aku berdoa :
suatu saat kelak,
aku mampu berbahasa,
dan membuatmu merasakan nyaman
dalam rengkuhan sayapku.

Dan disaat itu,
kau biarkan cinta sejati mulai mekar,
kita menghabiskan waktu dengan kebersamaan,
Kita saling memberikan hati kita sepenuhnya,
untuk menunjukkan dan membuktikan,
Bahwa cinta dalam hati kita adalah nyata.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites