::..selamat datang di blog kecil ini, semoga setiap tulisan yang tersedia disini, bisa memberikan manfaat yang positif untuk kalian.. terimakasih atas kunjungannya..::


8.27.2011

Hindari sifat Ber-bangga diri

Share



Banyak di antara kita yang masih sering berbuat bukan karena Allah, tetapi penilaian makhluk, memper-Tuhan-kan manusia. Lebih sibuk tunduk dan patuh, sangat berharap, takut, penuh cinta, mengabdi sepenuh jiwa kepada selain Allah.

Dalam hal ucapan lisan misalnya, bila mengatakan hingga demikian yakinnya, tidak ada yang bisa selain saya, maka itu sudah jadi menuhankan dirinya. Patut kiranya kita berhati-hati jika menyatakan diri bisa atas sesuatu hal, wajib bagi dirinya menambahkan dengan perkataan ‘dengan ijin Allah saya bisa’.

Coba renungkan, jika kita harus mengandalkan hanya diri sendiri untuk mengurusi semua yang terkait dengan diri kita, sedangkan demikian banyaknya apa yang kita tidak ketahui dalam hidup ini: kita tidak tahu tentang jantung, usus, dan masih banyak lagi. Makanan yang tersaji di hadapan kita, seperti berasnya, lauk pauknya. Terbayangkah bagaimana dari awal proses hingga tersajikannya makanan itu... Lalu, mana yang lebih hebat, kita yang mengejar makanan atau makanan mengejar kita?

Bagaimana mungkin kita sok tahu menghadapi sesuatu yang tidak tahu, rejeki kita saja tidak tahu. Beruntung kita tidak diwajibkan Allah mengurusi atas apa yang kita tidak tahu itu yang menjadi kewenangan Allah, seperti detak jantung, aliran darah, dan sebagainya.

Merasa diri ini mampu adalah sebuah perbuatan ujub. Maka janganlah kita senang berbuat ujub yang menunjukkan kita mampu atau bisa berbuat sesuatu, “Laa haula wa la quwwata illa billah”. Benar ada beberapa kemampuan yang Allah berikan kepada kita, tetapi jangan menjadi keyakinan itu sesuatu yang menyelesaikan masalah. Kalau sampai yakin yang bisa menyelesaikan masalah dengan pengalaman kita, itu tidak benar. Tidak akan habisnya kebaikan bagi kita atas pertolongan Allah setiap saat.

Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu "MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH" (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu, hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin.(QS Al Kahfi : 39-40)

Jangan sampai kita merasa sukses, tetapi ternyata hanya kehinaan yang terasa.

mari kita berdo'a memohon kepada Allah, agar Dia senantiasa menjaga hati kita dan pikiran kita untuk tidak menyekutukan-Nya.
aamien.

Narasumber ; K.H. Abdullaah Gymnastiar

Buah Manis Menjaga Ukhuwah (Persaudaraan)

Share


Narasumber : Ustadz Muhammad Arifin Ilham

Mahasuci Allah, Zat yang telah membersihkan hati untuk menyemai ruh ukhuwah buat hamba-Nya yang merindukan kebersamaan. Terpujilah Dia, Zat yang telah menghadiahi banyak nikmat-Nya kepada kita, sehingga bisa bersama merasakan kenikmatan ber-ukhuwah. Salah satu di antara tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasulullah adalah kekuatan ukhuwah; di samping kekuatan iman dan kekuatan qudwah, keteladanan. Dengan tiga kekuatan ini, Rasulullah SAW membangun masyarakat ideal, memperluas Islam, mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam di atas muka dunia kurang dari setengah abad.

Satu hal yang pasti, di antara ranah kebahagiaan dan ke-izzah-an Islam bisa kembali kita jejaki ketika hidup dengan jalinan ukhuwah yang mampu menepikan riak kebencian dan perselisihan. Dan ranah ini bisa didapat setelah berupaya saling mengenal. "Jiwa-jiwa manusia ibarat pasukan. Bila saling mengenal menjadi rukun dan bila tidak saling mengenal timbul perselisihan." (HR Muslim).

Namun, satu peristiwa perkenalan belum cukup. Butuh interaksi secara alamiah. Setelah itu, waktu dan kualitas pertemuanlah yang menentukan. Apakah perkenalan berlanjut pada persaudaraan. Atau sebaliknya. Dan keinginan kuat untuk bersaudara mesti diutamakan dari sekadar kenal. Terlebih persaudaraan karena iman dan takwa (baca QS al-Hujurat [49] ayat 13).

Proses mengenal adalah sebuah tahapan, bukan sesuatu yang akhir. Karena kehidupan adalah arus besar yang terus bergerak, berubah, dan berganti. Termasuk pada sikap dan karakter. Boleh jadi, seseorang bisa terheran-heran dengan perubahan teman lama yang pernah ia kenal. Karena ada yang beda dengan fisik, sikap, karakter, bahkan keyakinan.

Perubahan-perubahan itulah yang mengharuskan seorang mukmin senantiasa menghidupkan nasihat. Mukmin yang baik tidak cukup hanya mampu memberi nasihat. Tapi, juga siap menerima nasihat. Dari nasihat inilah, hal-hal buruk yang baru muncul dari seorang teman bisa terluruskan (baca QS al-\'Ashr [103] : 1-3).

Berburuk sangka memang tidak dibenarkan. Tapi, ketika faktanya demikian dan bahkan sudah juga dinasihati, kewaspadaan mungkin jadi pilihan. Karena tidak tertutup kemungkinan, keburukan bisa menular. Paling tidak, agar tidak kecipratan bau busuk temannya.

Rasulullah SAW bersabda, "Kawan pendamping yang saleh ibarat penjual minyak wangi. Bila dia tidak memberimu minyak wangi, kamu akan mencium keharumannya. Sedangkan kawan pendamping yang buruk ibarat tukang pandai besi. Bila kamu tidak terjilat apinya, kamu akan terkena asapnya." (HR Bukhari).

Waspada tidak berarti memutus pertemanan. Apalagi menyebar hawa permusuhan dan kebencian. Karena boleh jadi, sifat buruk bisa berubah baik. Sebagaimana, baik menjadi buruk. Kontribusi sebagai seorang teman mesti terus mengalir. Paling tidak, dalam bentuk doa.

Ada beberapa buah ber-ukhuwah yang bisa kita nikmati. Pertama, ta'aruf ; saling mengenal. Kedua, tahaabub, saling cinta. Ketiga, tafaahum, saling memahami. Keempat, tanaashuh, saling menasehti. Kelima, takaarum, saling menghormati. Keenam, ta'awun, saling menolong. Ketujuh, tahaadu, saling memberi hadiah. Kedelapan, tadaa'u, saling mendoakan. Kesembilan, tahafudz, saling menjaga nama dan kehormatan saudara dan tidak saling menjatuhkan. Kesepuluh, tazaawur, saling mengunjungi; dan kesebelas, tasholuh, saling mendamaikan. (baca QS 9: 71, 183: 3, 90: 17, 5: 2, 49: 10, 49: 13).

Sempurnakan Ramadhan dengan I'tikaf

Share

 


Ramadhan tinggal 2 hari lagi. Sudahkah kita jadikan momentum istimewa ini sebagai media untuk benar-benar meraih predikat takwa? Hari terakhir Ramadhan bukanlah saat untuk semata-mata mempersiapkan Lebaran, bekerja kian giat agar bisa belanja pakaian dan makanan, sampai-sampai meninggalkan ibadah i'tikaf.

Bagi orang yang benar-benar merasa terpanggil oleh Allah SWT, tentu ia akan jadikan Ramadhan ini benar-benar berarti dalam hidupnya. Ia akan berusaha se-maksimal mungkin untuk meraih cinta Allah SWT.
Satu upaya yang harus dilakukan dengan penuh keimanan dan penuh semangat di bulan suci ini ialah i'tikaf, terkhusus pada sepuluh hari terakhir. Di penghujung ayat tentang Ramadhan (QS 2: 187), Allah menyebut tentang i'tikaf. Ini mengindikasikan bahwa i'tikaf adalah hal penting untuk diutamakan seorang Muslim di bulan Ramadhan.

Selain itu, Rasulullah SAW tidak pernah melewatkan momentum Ramadhan untuk i'tikaf. Bahkan, pada tahun di mana Beliau meninggalkan umatnya untuk selama-lamanya. “Nabi dahulu i'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, hingga Beliau diwafatkan Allah SWT, kemudian istri-istrinya i'tikaf setelahnya.” (HR Bukhari).

Secara bahasa i'tikaf berarti "menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada padanya, baik hal itu berupa kebajikan maupun keburukan."

Sementara secara istilah i'tikaf bermakna menetapnya seorang Muslim di dalam masjid untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT.

Secara historis, i'tikaf dalam praktiknya juga dilakukan oleh para Nabi dan umat sebelum Rasulullah SAW. Kisah ini terdapat dalam firman-Nya: “Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang rukuk, dan yang sujud.” (QS 2: 125).

I'tikaf akan membantu seorang Muslim mencapai derajat takwa dengan lebih sempurna.
Sebab, dengan i'tikaf, dia akan senantiasa terdorong untuk melakukan ibadah-ibadah dengan penuh kekhusyukan.
Situasi demikian tentu akan mendorong terjadinya peningkatan kualitas iman dan takwa.

Orang yang i'tikaf akan terbantu untuk melakukan shalat berjamaah tepat waktu, shalat tarawih, shalat tahajud, shalat sunah, membaca Alquran, tafakur, zikir, dan beragam bentuk ibadah lainnya.
Dengan cara demikian, insya Allah orang yang i'tikaf akan terbantu untuk mendapatkan malam lailatul qadar.

I'tikaf tidak saja mendorong kesadaran untuk melakukan banyak ibadah, tetapi juga kesadaran untuk mencintai masjid.
Kecintaan kepada masjid adalah salah satu ciri seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.

Allah berfirman : "Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS 9: 18).

so, ayo kita tutup ramadhan dengan memperbanyak kapasitas waktu pengabdian kita kepada Allah,
agar jalan menuju Istana Cinta-Nya semakin mulus.

aamien.

Wa-Allaahu A'lam.

Sumber : republika.co.id dengan sedikit perubahan oleh admin kami.

HADITS BUKHORIE BAB KE-2 : IMAN (Bagian I)

Share Pada Bab ini, terdapat 50 Hadits, yang akan saya posting di blog ini secara bertahap.
hal ini saya lakukan agar pembaca tidak merasa jenuh membacanya, karena postingan yang terlalu panjang.
ok. langsung saja kita baca, kaji, resapi, dan amalkan hadits ini dalam kehidupan keseharian kita.


HADITS KE-1

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى قَالَ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ  

2.1/7. Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Musa dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Hanzhalah bin Abu Sufyan dari 'Ikrimah bin Khalid dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadlan.

_________________________________________________________________________________

HADITS KE-2

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْجُعْفِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ  

2.2/8. Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al Ju'fi dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir Al 'Aqadi yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang, dan malu adalah bagian dari iman.

________________________________________________________________________________

HADITS KE-3


حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي السَّفَرِ وَإِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَقَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا دَاوُدُ هُوَ ابْنُ أَبِي هِنْدٍ عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ دَاوُدَ عَنْ عَامِرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  

2.3/9. Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas berkata, Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abdullah bin Abu As Safar dan Isma'il bin Abu Khalid dari Asy Sya'bi dari Abdullah bin 'Amru dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bersabda: Seorang muslim adalah orang yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Abu Abdullah berkata; dan Abu Mu'awiyyah berkata; Telah menceritakan kepada kami Daud, dia adalah anak Ibnu Hind, dari 'Amir berkata; aku mendengar Abdullah, maksudnya ibnu 'Amru, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Dan berkata Abdul A'laa dari Daud dari 'Amir dari Abdullah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

______________________________________________________________________________

HADITS KE-4


حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْقُرَشِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ  

2.4/10. Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Yahya bin Sa'id Al Qurasyi dia berkata, Telah menceritakan kepada kami bapakku berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Abu Burdah bin Abdullah bin Abu Burdah dari Abu Burdah dari Abu Musa berkata: 'Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: Siapa yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya.

________________________________________________________________________

HADITS KE-5

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ  

2.5/11. Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Khalid berkata, Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid dari Abu Al Khair dari Abdullah bin 'Amru; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; Islam manakah yang paling baik? Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal.

__________________________________________________________________________________

HADITS KE-6

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ  

2.6/12. Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Syu'bah dari Qotadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Dan dari Husain Al Mu'alim berkata, telah menceritakan kepada kami Qotadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri.

____________________________________________________________________________

HADITS KE-7


حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ  

2.7/13. Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Az Zanad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya dan anaknya.

______________________________________________________________________________
HADITS KE-8


حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ  

2.8/14. Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ulayyah dari Abdul 'Aziz bin Shuhaib dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Dan telah menceritakan pula kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qotadah dari Anas berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya.

______________________________________________________________________________

HADITS KE-9



حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ  

2.9/15. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab Ats Tsaqafi berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka"

________________________________________________________________________________

HADITS KE-10


حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَبْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ  

2.10/16. Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah mengabarkan kepadaku Abdullah bin Abdullah bin Jabar, berkata; aku mendengar Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: Tanda iman adalah mencintai (kaum) Anshar dan tanda nifaq adalah membenci (kaum) Anshar.










___BERSAMBUNG____

Urgensi Waktu dah Muhasabah

Share



Al-Waqtu Huwa al-Hayâh


Ada sebuah kata hikmah yang singkat namun sarat terhadap makna hidup yang sangat luas dan mendalam, yang terdiri dari 3 (tiga) suku kata arab, namun sangat representative untuk menggambarkan arti pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, yaitu ungkapan 'al-waqtu huwa al-hayâh (waktu adalah kehidupan)'. Sekali lagi, yaitu 'waktu adalah kehidupan.'

Yang dimaksud dengan kehidupan adalah, waktu yang dilalui manusia saat ia dilahirkan hingga ia wafat. Dengan definisi kehidupan seperti di atas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa, seseorang yang membiarkan waktunya berlalu sia-sia, dan lenyap begitu saja, sama artinya ia –dengan sengaja atau tidak sengaja- telah melenyapkan sisa-sisa masa kehidupannya. Al-Hasan al-Bashri berkata,

يَا ابْنَ آدَم، إنَّمَا أنْتَ أيَّامٌ !، فَإذَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ

Wahai Bani Adam (manusia), sesungguhnya anda hanyalah “kumpulan hari-hari”, maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian dirimu.”
Sekali bahwa ketika kita menyia-nyiakan dan membuang waktu kita  tanpa hal yang berarti untuk agama dan kemaslahatan umat, maka ketika itu juga sesungguhnya kita telah membunuh diri kita sendiri. Betapa waktu itu sangat berharga dan jangan biarkan ia berlalu begitu saja.

Allah Subhanahu wa Ta'ala Bersumpah dengan Waktu dan Bagiannya

Begitu pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, sampai-sampai Allah Subhanahu wa Ta'ala bersumpah di banyak tempat dalam al-Qur`an al-Karim, dengan waktu dan bagian-bagiannya, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَالْفَجْرِ، وَالضُّحَى، وَاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَالْعَصْرِ

Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, Demi Malam, Demi Siang, Demi Waktu
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala, jika ia bersumpah dengan sesuatu, maka dengan sumpahnya itu, dengan sesuatu tersebut dimaksudkan untuk memalingkan atau mengalihkan pandangan kita kepada arti pentingnya hal tersebut sampai kita bertafakkur (berfikir) di dalam setiap  bagian waktu seluruhnya, ketika fajar, ketika dhuha, ketika malam, dan ketika siang dll.
Seperti Ulil Albab di dalam firman-Nya :

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لأَيَاتٍ لأُوْلِي اْلأَلْبَابِ. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ رَبَّنَا مَاخَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ . سورة آل عمران : 191

Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. 3:190); (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):"Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3:191)



Intropeksi Diri

Maka sudah selazimnya menjadi kewajiban bagi seorang muslim terhadap dirinya untuk melakukan muhâsabah an-nafsi 'intropeksi diri', yaitu  menghitung-hitung dirinya atas tahun dan hari-hari yang telah ia lalui. Apa yang telah ia perbuat semasa itu, dan keuntungan apa yang peroleh, kerugian apa yang ia derita.
Seperti apa yang dilakukan oleh seorang bisnisman yang menginginkan kesuksesan dengan modalnya pada setiap tahunnya, ia menghitung-hitung kembali perdagangannya, berapa modal yang telah ia keluarkan, berapa pemasukannya, di mana ia mengalami kerugian dan apa masalahnya, dan di mana keuntungannya, berapa besar keuntungannya dari pada kerugiannya, ketika kerugiannya lebih besar dari pada keuntungannya maka ia menjadi sangat menyesal sekali dan mengalami kesedihan yang luar biasa, dan sebaiknya ketika keuntungannya lebih besar dari pada kerugiannya  maka ia merasa senang dan bergembira sekali, untuk selanjutnya  ia melakukan kalkulasi bisnisnya kembali, memenag dan membuat schedule untuk tahun berikutnya.

Yang demikian itu pada amrun dunyawi (urusan duniawi), begitu ihtimaam (concern)nya  dan sangat telitinya ia dalam urusan dunia ini. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلُُ وَاْلأَخِرَةُ خَيْرُُ لِّمَنِ اتَّقَى وَلاَ تُظْلَمُونَ فَتِيلاً { سورة النساء:  77 }

Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan anda tidak akan dianiaya sedikitpun.”(QS. An-Nisaa:77)
Nabi Musa berkata di dalam al-Qur`an :

يَاقَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعُُ وَإِنَّ اْلأَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ { سورة المؤمن : 39}

“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, sesungguhnya akhirat itulah kesenangan yang kekal.” (QS.40 : 39)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ {سورة النساء : 78}

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, (QS. 4:78)

Karena itu  muhasabatunnafsi merupakan suatu keharusan, seandainya tidak sanggup setiap hari untuk instropeksi/menghitungkan dirinya hendaklah dilakukan pada setiap pekan, maka kalaupun setiap pekan ia masih juga tak dapat melakukannya, maka hendaklah setiap bulan, dan kalau tidak bisa juga maka hendaklah ia melakukan instropeksi diri pada setiap tahun.


Ulama dan Waktu
 
Para salafus soleh meninggalkan banyak pelajaran berharga dalam menghargai waktu. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari (223H-310H) sepanjang hidupnya tercatat telah mengumpulkan 358 ribu halaman dari berbagai karangannya. Jika kita perkirakan masa kanak-kanak beliau sebelum baligh 14 tahun, maka dapat disimpulkan beliau menulis 14 halaman setiap harinya. Begitu perhatiannya beliau dengan waktu, sampai-sampai ketika + sejam sebelum kematiannya beliau masih menyempatkan diri menulis suatu do`a yang baru ia dengar dari Ja`far bin Muhammad. Begitu pula dengan Imam Ibnu al-Qayyim yang tidak rela kehilangan waktunya karena safar (suatu perjalanan), sehingga selama safarnya beliau mengisinya dengan menulis sehingga menghasilkan karya Zaadul Ma`aad. Imam Nawawi yang tidur dengan bersandarkan sebuah buku yang ditegakkan pada dagunya, begitu buku itu terjatuh maka beliau terjaga dan kembali menggoreskan tintanya.
Majduddin Abu al-Barakat `Abdussalam, kakek dari  Imam Ibnu Taimiyah, tiap kali masuk ke kakus, beliau memerintahkan anaknya (orang tua Imam Ibnu Taimiyah) untuk membacakan suatu kitab dengan suara keras, hingga terdengar olehnya. Tak aneh jika sikap sang kakek ini tertular kepada cucunya. Suatu ketika Imam Ibnu Taimiyah jatuh sakit, dokter menyarankan agar beliau untuk sementara waktu menghentikan dulu kegiatan belajar mengajarnya karena hal itu dikhawatirkan dapat memperparah kondisinya. Berkata Imam Ibnu Taimiyah kepada dokternya, "bukankah jika jiwa yang bahagia dan gembira dapat memperkuat daya tahan tubuh", sang dokter membenarkannya. "Maka sesungguhnya jiwaku merasa tenang jika berinteraksi dengan ilmu, dan tubuhku terasa kuat dan hanya dengan itu saya dapat beristirahat."


Optimalkan Amal

Waktu hidup manusia di dunia adalah umurnya, dan umur manusia merupakan rahasia Allah Subhanahu wa Ta'ala Kualitas umur seseorang sangat menentukan posisinya di alam kehidupan berikutnya. Jika dari waktunya diperuntukkan hanya karena Allah (lillah) maka kematiannya adalah baik baginya. Namun sebaliknya jika waktu dan umurnya dihabiskan untuk menuruti kesenangan nafsu dan dan ambisi syahwat hewaninya maka kematiannya merupakan petaka besar baginya. Al-Hasan al-Bashri berkata,

يَا ابْنَ آدَم، إنَّمَا أنْتَ أيَّامٌ !، فَإذَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ

Wahai Bani Adam (manusia), sesungguhnya anda hanyalah “kumpulan hari-hari”, maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian dirimu.”
Ibnu Mas`ud Radhiyallahu 'Anhu (salah seorang sahabat besar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa sallam) berkata:

مَا نَدِمْتُ عَلَى شَيْءٍ نَدَمِي عَلَى يَوْمٍ غَرَبَتْ شَمْسُهُ، نَقَصَ فِيْهِ أجَلِي، وَلَمْ يَزِد فِيْهِ عَمَلِي

"Tidak ada yang lebih aku sesali, kecuali bila matahari telah terbenam maka berkuranglah masa ajalku, namun tidak bertambah sedikitpun amalanku."
Berkata Khalifah Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah,

إنَّ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ يَعْمَلاَنِ فِيْكَ، فَاعْمَلْ فِيْهِمَا

"Sesungguhnya malam dan siang terus bekerja dalam dirimu, maka bekarjalah di dalam siang dan malammu."

Bekerjalah pada siang dan malammu, janganlah mengakhirkan pekerjaan siang untuk dikerjakan di malam harinya, dan janganlah mengakhirkan pekerjaan malam ke siang harinya. Janganlah pekerjaan hari ini di akhirkankan hingga esok harinya dan janganlah pekerjaan esok karena malas diakhirkan hingga lusanya. Jangan katakan, "Nanti akan kuamalkan, sebentar lagi akan kukerjakan." Karena setiap manusia akan ditanya pada hari kiamat, mengenai umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang ilmunya sudahkah ia amalkan, dan tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan ?. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa sallam:

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ (رواه الترمذي وقَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ )

Tidak akan bergeser kedua kaki manusia pada hari Kimat hingga (ia) ditanya tentang:
  1. tentang umurnya, untuk apa ia habiskan ?
  2. tentang ilmunya, sudahkan ia amalkan ?
  3. tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan ?
  4. tentang jasadnya, untuk apa ia gunakan ?
(HR. At-Tirmidzi)

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَالْعَصْرِ . إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ . سورة العصر


Demi masa. (QS. 103:1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (QS. 103:2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. 103:3)


Sungguh terbukti kebenaran ucapan Imam Syafi`i mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

لَوْ لَمْ يُنْزَلْ غَيْر هَذِهِ السُّوْرَةُ لَكَفَتِ النَّاس

Bahwa seandainya (al-Qur`an) tidak diturunkan kecuali (hanya) surat (al-Ashr) ini, maka hal itu sudah cukup memadai bagi manusia sekalian.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan taufik, hidayah dan keberkahan-Nya dalam hidup dan umur kita. Amiin.

Sumber : I Love Allah.com Indonesia

Muhasabah (Introspeksi Diri)

Share



Segala puji bagi Allah yang menjanjikan bagi orang yang mengintrospeksi dan mengekang dirinya dengan rasa aman di hari yang dijanjikan. Aku memuji-Nya, (Dia) Yang Maha Suci, Yang memuliakan wali-wali-Nya, dan menganugrahkan tambahan pada mereka di hari (itu).

Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, beliau adalah sebaik-baik penyeru ke jalan dan petunjuk yang lurus, Semoga shalawat, keberkahan dan salam tetap terlimpah pada beliau, keluarga serta para shahabat yang mereka adalah suri tauladan bagi manusia dalam muhasabah. Dengan memperingatkan dari hari yang amat hebat kegoncangannya. Begitupula para tabi'in yang mengikuti mereka dengan kebaikan hingga hari yang tidak mungkin menghindar darinya.

Wahai hamba-hamba Allah, aku mewasiatkan diriku dan anda untuk bertakwa pada Allah dan introspeksi diri. Karena dengan muhasabah, maka jiwa akan menjadi istiqamah, sempurna dan bahagia. Allah Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat), dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" [Q.S Al-Hashr 59:18]


Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya: "Firman Allah وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ , maksudnya introspeksilah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan perhatikan amalan sholeh yang telah kalian persiapkan untuk hari kemudian dan pertanggung jawaban di hadapan Allah.
Allah berfirman:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا . قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" (Q.S Asy-Syams 7-10)


Imam Al-Badawy rahimahullah berkata dalam tafsirnya: "Al-Hasan berkata: Maknanya sungguh beruntunglah orang yang mensucikan, memperbaiki dan mengarahkan dirinya untuk taat pada Allah 'Azza Wa Jalla:

قَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا , maksudnya, membinasakannya, menyesatkannya dan mengarahkannya pada perbuatan maksiat.

Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah ^ bersabda: "Orang yang pandai adalah orang yang mengintrospeksi dirinya dan beramal untuk setelah kematian, sedang orang yang lemah adalah orang yang jiwanya selalu tunduk pada nafsunya dan mengharap pada Allah dengan berbagai angan-angan" (H.R Ahmad dan Tirmidzi)

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Kitab Az-Zuhd dari Umar bin Khattab bahwa beliau berkata:  "Perhitungkanlah diri kalian sebelum kalian diperhitungkan, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, karena itu lebih memudahkan penghisaban bagi kalian kelak, Berhiaslah untuk menghadapi hari perhitungan
يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنكُمْ خَافِيَةٌ  : "Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)" (Q.S Al-Haaqqah: 18)


Ibnul Qayyim rahimahullah meriwayatkan dari Al-Hasan bahwa beliau berkata: "Seorang mukmin itu pandai mengendalikan dirinya, selalu menghisab dirinya di hadapan Allah. Penghisaban di Hari Kiamat itu akan menjadi ringan bagi mereka yang selalu memperhitungkan selama di dunia. Sebaliknya, akan terasa berat bagi orang yang tidak pernah memperhitungkan dirinya".

Berkata Wahab sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah: "Dalam hikmah keluarga  Daud tertulis: "Sudah selayaknya bagi orang yang berakal agar tidak lalai dari empat waktu:
- Saat bermunajat  pada Tuhannya
- Waktu mengintrospeksi diri
- Saat berkumpul bersama saudara (dan teman) yang memberitahukan tentang kekurangan dan keadaan dirinya  - dan waktu refreshing/santai dengan melakukan sesuatu yang halal lagi menyenangkan, karena pada saat tersebut akan mempermudah baginya melakukan waktu-waktu di atas dan sekaligus menjadi penghibur hati.

Berkata Maimun bin Mahran: "Seorang hamba tidak akan meraih derajat takwa sampai ia menghisab dirinya melebihi seseorang pada patnernya. Karena itu dikatakan: "Jiwa itu ibarat shahabat yang suka berkhianat, jika engkau tidak mengawasinya, maka ia akan membawa lari hartanya".

Umar bin Khattab menulis (surat) pada beberapa pejabatnya: "Perhitungkanlah dirimu di waktu senang sebelum datang perhitungan yang berat. Barangsiapa yang menghisab dirinya di waktu senang sebelum perhitungan yang berat, maka ia akan ridha dan mendapat keberuntungan. Sebaliknya, siapa yang kehidupannya melalaikannya dan nafsunya menyibukkannya, maka ia akan menyesal dan mendapat kerugian"   (H.R Baihaqi dalam Al- Wahd dan Ibnu 'Asakir)

Ibnul Jauzi meriwayatkan dalam (Kitab) Dzammul Hawa dari As-Sulamy berkata: Aku mendengar Abul Husain Al-Farisy berkata: Aku mendengar Abu Muhammad Al-Hariri berkata: "Barangsiapa yang dikuasai oleh jiwanya, maka ia akan berada dalam tawanan syahwat dan terkurung dalam penjara hawa nafsu.
Allah mengharamkan bagi hatinya untuk mendapat kemanfaatan, sehingga ia tidak dapat merasakan keindahan firman-Nya meski ia banyak membacanya. Berkata Syaikh Abdul Aziz As-Salman rahimahullah dalam kitabnya: Mawarid adz-Dzam-aan : "Jika ia sadar bahwa ia akan di tanya dalam perhitungan nanti tentang perkara sekecil biji sawi, di hari yang kadarnya adalah lima puluh ribu tahun, dimana di saat itu amat dibutuhkan berbagai kebaikan, dan ampunan dosa-dosa, maka nyatalah bahwa tidak akan selamat dari berbagai kesulitan kelak, melainkan dengan bergantung pada Allah, dan pertolongan-Nya untuk introspeksi diri, muraqabah, dan mengawasi jiwa dalam setiap gerak geriknya. Maka barangsiapa yang menghisab dirinya sebelum di hisab, akan menjadi ringan perhitungan dirinya di Hari Kiamat, akan ada jawaban di saat ia mengahadapi pertanyaan, dan akhir kesudahannya adalah kebaikan.

Wahai jiwa, bersiaplah dengan perbekalan yang engkau mampu
Wahai jiwa, sebelum (datangnya) kematian,  engkau tidak diciptakan dengan  sia-sia
Waspadalah dari terjatuh pada kehinaan dan merendah dirilah
Pintu Allah, berapa banyak Dia Memberi petunjuk dan memaafkan
Takutlah dengan berbagai gejolak kehidupan
Sadarlah, jangan menjadi seperti  orang yang terjatuh
Dalam jurang kehinaan …

Berkata Ibnu Qudamah dalam Minhaj Al-Qashidin: "Ketauhilah bahwa musuhmu yang paling berbahaya adalah jiwa yang berada dalam dirimu, ia memiliki nafsu ammarah bissuu', condong pada kejahatan. Engkau diperintahkan untuk meluruskan, membersihkan, dan memutusnya dari berbagai pengaruh negatif serta mengarahkannya dengan rantai kekuatan untuk beribadah pada Tuhannya. Jika engkau menyepelekannya, maka ia akan terlepas tanpa kendali dan engkau tidak mendapat keberuntungan setelah itu. Kalau engkau senantiasa mengingatkannya maka kami mengharapkan jiwa tersebut akan menjadi tenang. Karena itu jangan engkau lalai untuk mengingatkannya".
  • Ketahuilah wahai hamba-hamba Allah, bahwa muhasabah itu ada beberapa macam:

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah: Muhasabah ada dua macam, sebelum beramal dan sesudahnya.

* Jenis yang pertama: Sebelum beramal, yaitu dengan berfikir sejenak ketika hendak berbuat sesuatu, dan jangan langsung mengerjakan sampai nyata baginya kemaslahatan untuk melakukan atau tidaknya. Al-Hasan berkata: "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berdiam sejenak ketika terdetik dalam fikirannya suatu hal, jika itu adalah amalan ketaatan pada Allah, maka ia melakukannya, sebaliknya jika bukan, maka ia tinggalkan".

* Jenis yang kedua: Introspeksi diri setelah melakukan perbuatan. Ini ada tiga jenis:
1. Mengintrospeksi ketaatan berkaitan dengan hak Allah yang belum sepenuhnya ia lakukan,
lalu ia juga muhasabah, apakah ia sudah melakukan ketaatan pada Allah sebagaimana yang dikehendaki-Nya atau belum ?
2. Introspeksi diri terhadap setiap perbuatan yang mana meninggalkannya adalah lebih baik dari melakukannya.
3. Introspeksi diri tentang perkara yang mubah atau sudah menjadi kebiasaan, mengapa mesti ia lakukan? Apakah ia mengharapkan Wajah Allah dan negeri akherat? Sehingga (dengan demikian) ia akan beruntung, atau ia ingin dunia yang fana? Sehingga iapun merugi dan tidak mendapat keberuntungan.
  • Muhasabah memiliki dampak positif dan manfaat yang luar biasa, antara lain:

  1. Mengetahui aib sendiri. Barangsiapa yang tidak memeriksa aib dirinya, maka ia tidak akan mungkin menghilangkannya.
  1. Dengan bermuhasabah, seseorang akan kritis pada dirinya dalam menunaikan hak Allah. Demikianlah keadaan kaum salaf, mereka mencela diri mereka dalam menunaikan hak Allah. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Darda y bahwa beliau berkata: "Seseorang itu tidak dikatakan faqih dengan sebenar-benarnya sampai ia menegur manusia dalam hal hak Allah, lalu ia gigih mengoreksi dirinya.
Berkata Muhammad bin Wasi' rahimahullah dengan nada merendah diri, padahal beliau adalah seorang ahli ibadah: "Seandainya dosa berbau, tentu tidak ada yang betah duduk bersamaku"

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Mencela diri dalam Dzat Allah adalah termasuk sifat shiddiqin (orang-orang yang benar), seorang hamba akan dekat dengan Allah Ta'ala dalam sekejap, berlipat-lipat melebihi dekatnya melalui amalnya".

Berkata Abu Bakar As-Shiddiq : "Barangsiapa yang mencela dirinya berkaitan dengan hak Allah (terhadap dirinya), maka Allah akan memberinya keamanan dari murka-Nya"
  1. Diantara buah dari muhasabah adalah membantu jiwa untuk muraqabah. Kalau ia bersungguh-sungguh melakukannya di masa hidupnya, maka ia akan beristirahat di masa kematiannya. Apabila ia mengekang dirinya dan menghisabnya sekarang, maka ia akan istirahat kelak di saat kedahsyatan hari penghisaban.
  1. Diantara buahnya adalah akan terbuka bagi seseorang pintu kehinaan dan ketundukan di hadapan Allah.
5. Manfaat paling besar yang akan diperoleh adalah keberuntungan masuk dan menempati Surga Firdaus serta memandang Wajah Rabb Yang Mulia lagi Maha Suci. Sebaliknya jika ia menyia-nyiakannya maka ia akan merugi dan masuk ke neraka, serta terhalang dari (melihat) Allah dan terbakar dalam adzab yang pedih.
Tidak mengintrospeksi diri dan menyia-nyiakannya akan membawa kerugian yang besar.

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah: "Yang paling berbahaya adalah sikap  tidak mengindahkan, tidak mau muhasabah, dan menggampangkan urusan, karena ini akan menyampaikan pada kebinasaan. Demikianlah keadaan orang-orang yang tertipu, ia menutup matanya dari akibat (perbuatan) dan hanya mengandalkan ampunan, sehingga ia tidak mengintrospeksi dirinya dan memikirkan kesudahannya. Jika ia melakukan hal ini, akan mudah baginya untuk terjerumus dalam dosa dan ia akan senang melakukannya, serta berat untuk meninggalkannya. Seandainya ia berakal, tentulah ia sadar bahwa mencegah itu lebih mudah ketimbang  berhenti dan meninggalkan kebiasaan.

Jika engkau selalu menuruti nafsu dalam setiap kelezatan
Engkau akan lupa ….
Jika engkau senantiasa memenuhi seruan hawa nafsu
Ia akan menyeretmu pada perbuatan buruk dan haram


Maka bertakwalah pada Allah wahai hamba Allah, introspeksilah dirimu, karena baik dan selamatnya hati adalah dengan muhasabah, sebaliknya rusaknya adalah dengan sebab tidak mengindahkan dan bergelimang dalam kelezatan nafsu serta syahwat serta mengenyampingkan perkara yang bisa menyempurnakannya. Maka berhati-hatilah dari hal itu, niscaya diri kalian akan mulia dan berbahagia di saat berjumpa dengan Tuhan kalian (Allah). Semoga shalawat dan salam tetap tercurah pada nabi kita Muhammad, keluarga dan para shahabatnya.

Sumber : I Love Allah.com Indonesia

Cara Menyembuhkan Hati

Share

Segala puji bagi Allah, Yang Maha Mengetahui segala perkara yang ghaib.

Segala puji bagi Allah yang dengan mengingat-Nya, hati merasa tentram.

Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (tuhan yang haq untuk disembah) melainkan Allah semata, tiada sekutu baginya. Yang paling mulia untuk diminta dan Yang paling luhur untuk diharap.
Dan aku bersaksi bahwa penghulu dan nabi kami, Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang diutus menjelang datangnya hari Kiamat, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya, serta menjadi cahaya yang menerangi.
Semoga shalawat, salam dan keberkahan-Nya senantiasa tercurah kepadanya hingga hari kiamat, dan kepada segenap orang-orang yang berjalan di atas manhajnya dan mengikuti jalannya hingga hari kiamat (kelak). Amma ba’du :


Assalamu’alaikum Warahmatullahi wa Barakatuh.

Saudara-saudaraku seakidah :
Sesungguhnya kelembutan, kekhusyu’an serta keluluhan hati kepada Sang Pencipta dan Yang membentuk hati-hati tersebut merupakan suatu pemberian dari Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang) dan sebuah karunia dari Ad-Dayyan (Yang membuat perhitungan) yang patut mendapatkan maaf dan ampunan-Nya. Menjadi tempat perlindungan yang kokoh dan benteng yang tidak dapat ditembus dari kesesatan dan kemaksiatan.
Tidaklah hati yang lembut kepada Allah Azza wa Jalla melainkan pemiliknya (adalah) seorang yang bersegara mengejar segala bentuk kebajikan dan sigap terhadap segala bentuk keta’atan dan keridhaan.
Tiada kelembutan dan keluluhan hati kepada Allah Azza wa Jalla melainkan anda akan mendapati pemiliknya sebagai orang yang paling menaruh perhatian penuh terhadap segala bentuk ketaatan dan kecintaan kepada Allah. Tiadalah ia diingatkan melainkan segera sadar, dan tiadalah ia diberitahukan melainkan segara mengerti.
Tidaklah kelembutan itu masuk ke dalam hati melainkan anda akan mendapati pemiliknya (senantiasa) berada dalam keadaan tentram dengan berzikrullah (mengingat Allah), lidahnya (senantiasa) basah dengan (ucapan) syukur dan pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. 

Tiada hati yang lembut karena Allah Azza wa Jalla melainkan anda akan menemukan pemiliknya sebagai orang yang sangat jauh perilakunya dari segala bentuk kedurhakaan kepada Allah Azza wa Jalla.
Maka hati yang lembut merupakan hati yang (senantiasa) merasa hina di hadapan keagungan dan keperkasaan Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Tiada penyeru syaithan berusaha mencabutnya, melainkan  (hatinya tetap) luluh merasa khawatir dan takut terhadap (keagungan) Ar-Rahman Tabaraka wa Ta’ala.
Dan tidaklah penyeru kesesatan dan hawa nafsu datang kepadanya, melainkan menggigil ketakutan (hati tersebut) dari ketakutan kepada Al-Malik (Maha Raja) Subhanahu wa Ta’ala.
Hati yang lembut, (mengindikasikan) pemiliknya adalah seorang yang jujur, diatas segala bentuk kredibilitas apapun.

Hati yang lembut (itulah sejatinya) kelembutan, dan sebaik-baiknya kelembutan.
Namun (pertanyaannya) siapakah yang mengkaruniakan kelembutan dan keluluhan hati?
Siapakah yang memperkenankan (rasa) kekhusyuan dan kesadaran hati untuk kembali kepada Rabbnya?
Siapakah yang sekiranya Ia berkehendak membalikkan hati ini, sehingga menjadi yang paling lembut untuk mengingat Allah Azza wa Jalla, dan paling khusyuk saat mentadabburi ayat-ayat dan keangungan-Nya?
Siapakah Dia? Maha suci Ia yang tiada Ilah Ilah (tuhan yang haq untuk disembah) melainkan Dia (semata). Seluruh hati manusia diantara dua jari dari jari-jari-Nya, Dialah yang membolak-balikan hati sebagaimana yang Ia kehendaki. Maka (bisa jadi) anda akan mendapati seorang hamba yang sangat keras hatinya, namun Allah tidak menghendaki selain merahmati, menyayangi, mengkaruniai dan memuliakannya.
Sehingga datanglah sekelumit momentum yang menakjubkan tersebut, menghujamkan iman mengoyak keterpurukan hatinya tersebut, setelah Allah berkenan memilih dan menetapkan pemilik hati tersebut sebagai orang yang layak mendapatkan rahmat-Nya.
Maka tiada Ilah (tuhan yang haq untuk disembah) melainkan Allah, dari kelompok orang-orang sengsara kepada kelompok orang-orang bahagia. Dari kalangan orang-orang yang keras hatinya kepada kalangan orang-orang yang lembut hatinya, setelah sebelumnya kasar tutur kata dan perangkainya. Tidak mengenal kebajikan dan tidak mengingkari kemungkaran, melainkan menuruti hasrat hawa nafsunya. Saat ia bertawajjuh (menghadap) kepada Allah dengan hati, dan Ia mengubahnya.
Kalaulah dengan kondisi hati tersebut, yang lancang atas batasan-batasan Allah Azza wa Jalla, sehingga seluruh anggota tubuhnya pun menurutinya dalam berbuat kelancangan tersebut. Jika dengan situasi yang demikian, dalam sekelumit saja dapat berubah keadaannya, dan menjadi baik akibat dan efeknya, sehingga ia menjadi sadar, mengetahui dimana ia harus melangkahkan kakinya dalam perjalanannya.
Saudaraku yang kusayangi karena Allah :

Sesungguhnya ia adalah suatu kenikmatan yang tidak akan anda jumpai di atas permukaan bumi ini kenikmatan yang lebih besar dan agung daripadanya, (yaitu) kenikmatan berupa kelembutan hati dan kesadaran untuk kembali kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Sungguh Allah Azza wa Jalla telah memberitakan, bahwa tidaklah hati yang terhalang dari kenikmatan ini melainkan pemiliknya akan diancam dengan adzab Allah, Dia Subhanahu berfirman :

فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ


“Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. (QS.39:22).

Kecelakaan, siksaan dan bencana bagi hati-hati yang keras dari mengingat Allah. Dan kenikmatan, rahmat dan kebahagiaan serta kesuksesan bagi hati yang luluh dan takut kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Karena itu -saudara-saudaraku seaqidah-, tiadalah seorang mukmin yang jujur dalam keimanannya melainkan ia senantiasa berpikir untuk mencari jalan agar hatinya dapat menjadi lembut? (Berpikir) bagaimana supaya saya dapat memperoleh kenikmatan ini?

Maka saya mesti harus menjadi kekasih Allah Azza wa Jalla, menjadi bagian dari para wali-wali-Nya. (Yang) tiada mengenal istirahat dan kesenangan melainkan mencintai dan menaati-Nya Subhanahu wa Ta’ala (saja). Karena ia menyadari bahwa tiada terhalang kenikmatan ini, melainkan (akan) terhalang (pula) dari segala kebaikan yang banyak.

Karenanya, berapa banyak orang-orang baik yang pada sebagian keadaan dan situasi yang menimpanya, mereka membutuhkan kepada orang yang dapat melembutkan hati-hati mereka. Maka perkara hati ini merupakan perkara yang menakjubkan, dan keadaannya asing (tidak dapat diterka).
Terkadang hati merespon kebaikan, dan saat keadaannya demikian ia sangat lembut terhadap Allah Azza wa Jalla dan menyeru-nyeru kepada Allah.

Seandainya (dalam keadaan tersebut) ia diminta untuk menginfakkan seluruh hartanya karena cinta kepada Allah, niscaya akan diberikannya. Sekirannya diminta untuk menyerahkan jiwanya di jalan Allah, niscaya akan dikorbankannya.

Sesungguhnya ia merupakan sekelumit (momentum) saja, dimana Allah memenuhi hati-hati tersebut dengan rahmat (kasih sayang)nya.

Sebaliknya terdapat (pula) sekelumit-sekelumit momentum (lainnya) yang dapat merubah keadaan orang beriman terhadap Allah Tabaraka wa Ta’ala, (yaitu) sekelumit-sekelumit momentum yang mengeraskan (hati manusia). Tidaklah seorang manusia sekiranya ia melewati situasi ini (sekalipun hanya) sebentar saja, niscaya hatinya akan mengeras dan merasa sakit di dalamnya, sampai-sampai begitu sangat kerasnya bagaikan batu. Al-‘Iyadzu billah (berlindung kepada Allah dari situasi semacam itu).

Ada beberapa faktor yang melembutkan hati dan ada (pula) faktor-faktor yang dapat mengeraskan hati :

Allah Tabaraka wa Ta’ala telah mempersilahkan dan mengutamakan (pembahasan ini) dengan mengarahkan kepada penjelasan-penjelasan di dalam al-Qur`an. Tidak ada (upaya menghadirkan) kelembutan hati dengan cara yang lebih agung dibanding (dengan) sebab iman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Tiada seorang hamba (pun) yang telah mengenal Rabbnya dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya melainkan hatinya akan menjadi lembut terhadap Allah Azza wa Jalla, dan (dengan sendirinya) ia akan menegakkan batasan-batasan Allah. Tiadalah ayat al-Qur`an dan hadits Rasulullah datang kepadanya melainkan ia akan mengimplementasikan dengan bahasa perangai dan tutur:

سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ 

"Kami dengar dan kami ta`at". (Mereka berdo`a): ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’." (QS.2:285).

Maka tiadalah seorang hamba yang telah mengenal Allah dengan nama-nama-Nya yang baik dan telah mengenal Rabbnya -yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu, sementara Dialah yang melindungi, namun tiada yang dapat dilindungi dari (siksa)-Nya-, melainkan anda akan mendapatinya berpacu kepada kebaikan, dan berpaling dari keburukan.

Faktor terpenting yang menjadikan hati lembut terhadap Allah Azza wa Jalla dan luluh dari rasa ketakutan yang timbul karena mengenal Allah Tabaraka wa Ta’ala, dimana seorang hamba telah yang mengenal Rabbnya.

Yang Pertama :

Mengenal-Nya, bahwa tiadalah segala sesuatu di alam semesta ini melainkan hal itu mengingatkannya kepada Rabbnya.  Pagi dan petang mengingatkannya akan Rabb yang Maha agung. Nikmat dan bencana mengingatkannya kepada yang Maha Penyantun dan Mulia. Kebaikan dan keburukan mengingatkannya terhadap Yang dapat (mendatangkan) kebaikan dan (menolak) keburukan, yaitu Subhanahu wa Ta’ala.
Maka barangsiapa yang mengenal Allah, hatinya menjadi lembut karena takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Sebaliknya, tidaklah anda mendapati hati yang keras melainkan anda akan menjumpai pemiliknya sebagai seorang hamba yang paling bodoh (ajhal) mengenai Allah Azza wa Jalla, dan sangat jauh untuk mengenal Allah mengenai keperkasaan dan siksaan-Nya, dan ia merupakan sepandir-pandirnya manusia mengenai nikmat dan rahmat Allah Azza wa Jalla.
Sehingga sungguh anda akan menjumpai sebagian orang-orang durhaka sudah sangat berputus asa dari kasih sayang Allah, dan merasa sangat pupus harapan dari rahmat-Nya. Kita berlindung kepada Allah terhadap situasi kebodohan mengenai Allah (al-jahl billah).
Lalu ketika ia jahil (bodoh) mengenai Allah, maka ia akan bersikap lancang terhadap batasan-batasan-Nya, lancang terhadap larangan-larangan-Nya, dan ia tidak mengenal melainkan pada malam dan siang harinya ia berbuat kefasikan dan kedurhakaan. Demikianlah yang diketahui dari kehidupannya, dan beginilah yang dapat diprediksi berkenaan dengan target keberadaan dan masa depannya.
Karena itu –Saudaraku yang kucintai karena Allah-, mengenal Allah Azza wa Jalla merupakan suatu cara (efektif) untuk dapat melembutkan hati. Sebab itu setiap orang yang anda temui memberikan pelajaran, mengekalkan tafakkur akan kekuasaan Allah. Ketika anda mendapatkan di dalam hatinya ada kelembutan, di saat itu pula anda akan mendapati hatinya khusyu` dan luluh kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. 


Faktor Kedua :

Yang meluluhkan dan melembutkan hati, dan menolong seorang hamba  atas kelembutan hatinya dari rasa takut kepada Allah Azza wa Jalla adalah memperhatikan ayat-ayat al-Qur`an ini.
Perhatian dalam hal ini merupakan jalan yang dapat mengantarkan kepada hidayah taufik dan kebenaran. Menaruh perhatian penuuh terhadap al-Qur`an telah dideskripsikan Allah dalam firman-Nya :

كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ 

“(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. (QS.11:1).

Tidaklah seorang hamba membaca ayat-ayat al-Qur`an ketika membacanya dengan kehadiran hati, sambil memikirkan dan merenungkan melainkan matanya (menjadi) menangis, hatinya (menjadi) khusyu`, jiwanya memancarkan iman dari kedalamnya, hendak berjalan menuju Allah Tabaraka wa Ta’ala. Sekiranya permukaan hati itu berbalik setelah (berinteraksi dengan) ayat-ayat al-Qur`an, menjadi lahan subur bagi kebaikan, kecintaan dan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla.

Tidaklah seorang hamba membaca al-Qur`an dan menyimak ayat-ayat Allah melainkan anda akan mendapati pasca pembacaan dan perenungan, sebuah kelembutan. Sungguh hati dan kulitnya akan bergetar karena takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Firman-Nya Ta’ala :

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَاباً مُّتَشَابِهاً مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَن يُضْلِلْ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.” (QS.39:23).

Inilah al-Qur`an yang mengagumkan, sebagian sahabat dibacakan beberapa ayat-ayat al-Qur`an maka (langsung) berbalik dari paganisme kepada ketauhidan, dari menyekutukan Allah kepada menyembah Rabbnya Subhanahu wa Ta’ala (hanya) dengan beberapa ayat-ayat sederhana.

Al-Qur`an ini merupakan nasehat dari Rabb semesta alam, firman dari Tuhan umat-umat terdahulu maupun generasi-generasi selanjutnya, tiadalah seorang hamba membacanya melainkan dimudahkan baginya mendapatkan tuntunan (Ilahi) saat membacanya, karenanya Allah berfirman dalam Kitab-Nya :

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS.Al-Qamar (54):17).

Apakah di sana ada orang yang hendak mengambil pelajaran?
Apakah di sana ada orang yang menginginkan (mendapatkan) pesan sempurna dan nasehat yang tinggi? ... Inilah al-Qur`an kami.

Karenanya – saudara yang kucintai karena Allah- tiada hati yang merasa ketagihan, dan tidak pula seorang hamba yang ketagihan untuk membaca al-Qur`an, menjadikan al-Qur`an selalu bersamanya, sekiranya dia belum hapal maka ia dapat membacanya sepanjang malam dan siang hari, melainkan lembutlah hatinya karena rasa takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala.


Faktor Ketiga :

Diantara faktor-faktor yang membantu melembutkan hati dan kesadaran untuk senantiasa kembali kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, adalah seorang hamba sadar bahwa ia akan kembali kepada Allah, senantiasa sadar bahwa setiap permulaan (selalu ada) akhirnya. Bahwa tidaklah setelah kematian yang merupakan bagian perjalanan yang harus dilewati, dan tidak pula setelah (menjalani) kehidupan dunia, melainkan (kesudahannya) surga atau neraka.

Maka sekiranya seorang manusia sadar bahwa kehidupan (dunia) akan berakhir, dan bahwa (dunia) merupakan kesenangan (sementara) yang akan binasa, bahwa ia sesuatu yang menipu dan penghalang, Dia menjadikan -demi Allah- itu semua sebagai kehinaan dunia dan merespon Pemilik dunia ini dengan begitu responsif, rasa kembali dan kejujuran, maka lembutlah hatinya.
Barangsiapa yang merenungi kubur, dan merenungi keadan-keadaan penduduknya, niscaya hatinya akan luluh, hatinya akan terbebas dari segala kebekuan dan hal-hal yang menipu. Kita mohon perlindungan kepada Allah dari hal-hal demikian itu.
Karenanya anda tidak akan mendapati seorang yang biasa berziarah kubur dengan bertafakkur, merenungi, dan mentadabburi, ketika ia mengingat orang-orang tua, saudara-saudari, sahabat-sahabat, orang-orang yang dicintainya. Ketika ia mengingat kedudukan-kedudukan mereka, dan sadar bahwa waktunya sudah sangat dekat keberadaannya di tengah-tengah mereka, bahwa sebentar lagi ia akan menjadi tetangga sebagian dengan sebagian lainnya. Telah terputus kunjungan diantara mereka dengan tetangganya. Dan bahwa mereka telah saling berdekatan kuburnya, dan diantara keduanya sebagaimana antara langit dan bumi, kenikmatan (surga) dan (siksa) neraka.

Tidaklah seorang hamba mengingat kedudukan-kedudukan yang dianjurkan oleh Nabi saw. untuk mengingatnya, melainkan melembutkan hatinya dari rasa takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Barangsiapa yang berdiri di atas liang kubur yang telah selesai digali, lalu ia memperkirakan dirinya, sekiranya ialah yang akan dimasukkan liang kubur tersebut. Dan tidaklah ia berdiri di hadapan liang kubur, melihat tubuhnya sedang diturunkan ke dalamnya, maka ia akan bertanya kepada dirinya sendiri :
-          Apa yang terjadi setelah ditutup (kuburnya)?
-          Siapakah (pribadi) yang ditutup kuburnya (ini)?
-          Atas dasar apa ditutup (kuburnya)?
-          Apakah (kuburnya) ditutup atas (dasar) ketaatan atau kemaksiatan(nya)?
-          Apakah (kuburnya) ditutup atas siksa (kubur) atau atas kenikmatan (kubur)?
Tiada Ilah (tuhan yang haq untuk disembah) melainkan Dia, Yang Maha mengetahui keadaan-keadaan mereka yang sebenarnya, Dialah Yang Maha menetapkan hukum lagi Maha adil yang memisah-misahkan diantara mereka (sesuai dengan perbuatannya).
Tiada seorang hamba melihat pemandangan-pemandangan ini, dan tidak pula terkumpul dalam dirinya renungan-renungan ini, melainkan berguncang hatinya karena rasa takut dan kengerian terhadap keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Berserah kepada Tabaraka wa Ta’ala dengan penyerahan yang sejujurnya dan kembali serta tekun (dalam ketaatan kepada-Nya).
(Saudaraku) yang kucintai karena Allah :
Separah-parahnya penyakit yang menimpa hati adalah penyakit kebekuan hati, dan kita berlindung atas keadaan yang demikian itu.
Dan faktor terbesar yang menyebabkan kerasnya hati setelah kebodohan mengenai Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah kecondongan kepada dunia dan bangga akan status keduniaannya, serta terlalu sibuk dengan ucapan-ucapan yang berlebihan. Sesungguhnya ini merupakan bagian dari faktor penyebab terbesar yang mengeraskan hati-hati, wal’iyadzu billah Tabaraka wa Ta’ala. Karena jika seorang hamba telah disibukkan dengan perkara mengambil dan menjual, dan disibukkan pula dengan berbagai fitnah dan tribulasi yang membinasakan, hal ini hanya mempercepat proses pengerasan hatinya (saja). Karena semua perkara tersebut, jauh dari (hal-hal yang dapat) mengingatkan dirinya terhadap Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Karena itu, sudah seyogyanya bagi setiap orang yang hendak menerjuni (urusan-urusan) dunia ini, untuk menerjuninya dengan penuh kehalusan. Agama kita bukanlah agama para rahib (pendeta), dan tidak (boleh) mengharamkan yang telah dihalalkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak membatasi kita dengan perkara-perkara yang baik.

Namun dijalani dengan penuh seksama, maka ketentuan-ketentuan takdir telah ditetapkan oleh pena-Nya, dan ketentuan-ketentuan rezeki (juga) telah ditetapkan. Manusia mengambilnya dengan sebab-sebab usahanya, tanpa adanya benturan dengan qadha` dan qadar.
Ia mengambil bagiannya dengan sikap yang lembut dan penuh keridhaan dari Allah tabaraka wa Ta’ala sesuai yang dimudahkan baginya, lalu mengucapkan pujian (hamdalah) dan bersyukur kepada Sang Penciptanya, sehingga mempercepat turunnya keberkahan padanya, dan mampu mencegah terjadinya bencana kebekuan (hati), kami memohon kepada Allah keselamatan dari perkara tersebut.

Sebab itu, faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya kekerasan hati adalah kecenderungan terhadap dunia. Anda akan mendapati para pemilik hati yang keras kebanyakan mereka memiliki kesibukkan dengan perkara-perkara dunia, mereka mengorbankan segala sesuatu, mengorbankan waktu-waktu mereka, mengorbankan shalat-shalat mereka, mereka rela terjerambat ke dalam perbuatan-perbuatan senonoh dan membinasakan. Tetapi dunia ini (malah) yang menarik mereka, tidak mungkin seorang dari mereka berkorban (hanya) dengan satu dinar atau dirham saja (untuk mencapai kepentingan-kepentingan duniawi mereka), karenanya dunia ini telah merasuk ke dalam hatinya.

Dan dunia itu bercabang-cabang, dunia bercabang-cabang, sekiranya seorang hamba mengetahui hakikat percabangan ini, niscaya pagi-petang lisannya akan terengah-engah kepada Rabbnya :
“Ya Rabbku, selamatkan aku dari fitnah dunia ini, sesungguhnya di dalam perkara dunia ini (memiliki) berbagai cabang-cabang, dimana tidaklah hati cenderung kepada salah satunya melainkan ia akan bernafsu kepada cabang berikutnya, kemudian yang berikutnya (lagi), hingga ia jauh dari (mengingat) Allah Azza wa Jalla. Kedudukannya menjadi merosot di sisi Allah, dan Allah tidak peduli akan kebinasaan dirinya (yang sedang terperangkap) di dalam satu lembah dari lembah-lembah dunia yang ada. Wal ‘iyadzu billah.
Hamba yang lupa akan Rabbnya ini, merespon dunia ini dengan penuh hormat, maka ia mengagungkan dengan sikap yang tidak semestinya untuk diagungkan, mengacuhkan siapa yang seharusnya dibesarkan, diagungkan dan dimuliakan (yaitu) Subhanahu wa Ta’ala. Sebab itu ia layak mendapatkan akibat yang terburuk sekalipun. Wal ‘iyadzu billah.

Dan diantara faktor penyebab kerasnya hati:

Bahkan termasuk faktor yang paling menyebabkan kerasnya hati, duduk bersama dengan orang-orang durhaka, dan bergaul dengan orang yang tidak memiliki kebaikan dalam interaksinya. Dengan demikian, tidaklah seorang manusia menjalin pertemanan yang tidak membawa kebaikan dalam pertemanannya itu melainkan hatinya menjadi keras dari mengingat Allah Tabaraka wa Ta’ala. Dan tidaklah ia mencari orang-orang yang baik, melainkan mereka (membantu) melembutkan hatinya kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Dan tidaklah ia tamak terhadap majelis-mejelis mereka, melainkan kelembutan akan datang kepadanya, ia mau ataupun tidak. Datang kepadanya untuk meneguhkan kelemahan hatinya, selanjutnya mengeluarkannya sebagai seorang hamba shalih yang sukses, yang merasa akherat berada dihadapannya.

Karenanya sudah seyogyanya bagi setiap orang, sekiranya harus berinteraksi dengan orang-orang jahat (juga), agar bergaul dengan penuh kewaspadaan, dan jadikanlah interaksinya itu sebatas yang diperlukan, sehingga terselamatkan agamanya, dan pokok kekayaan dunia ini adalah agama.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon dengan nama-nama-Mu yang baik, dan sifat-sifatmu yang tinggi, agar berkenan mengkaruniakan hati-hati yang lembut kepada kami agar (senantiasa) mengingat dan bersyukur kepada-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu hati-hati yang tenang untuk mengingat-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu lisan-lisan yang senantiasa basah menyebut-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu iman yang sempurna, keyakinan yang benar, hati yang khusyuk, ilmu yang bermanfaat, amal shaleh yang diterima di sisi-Mu, wahai Yang Maha Mulia.
Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari fitnah-fitnah yang tampak maupun yang tersembunyi.
Subhana Rabbika Rabbil ‘Izzati ‘Amma Yashifun, wa salamun ‘ala mursalin walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.
Wassalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh.

Saudaraku yang kucintai – semoga Allah berkenan menjagamu.
Kami tidak bermaksud dalam penyebarluasan materi ini hanya sekedar untuk dibaca atau disimpan di komputer saja, bahkan kami berharap adanya respon yang lebih jauh lagi dari anda, diantara :
-          Menyebarluaskan materi ini di situs-situs internet lainnya.
-          Mengeditnya, untuk kemudian mencetak dan mengemasnya dengan cara yang menarik, bagai hadiah yang akan diberikan kepada orang-orang yang dicintai dan sahabat-sahabat lainnya.
-          Syaikh penulis karya ini telah mengizinkan bagi yang berniat mencetaknya, seperti buku saku sebagai amal jariah bagi anda hingga hari Kiamat.
Saudaraku yang kucintai, (semoga) kami diikut sertakan dalam doa-doa anda, dikesendirian anda.
Mengenai usulan-usulan anda, pengarahan-pengarahan anda untuk saudara anda, mungkin anda dapat berpartisipasi dalam usaha amal besar ini.
Ya Allah, jadikanlah amalan ini sebagai amalan yang ikhlash demi wajah-Mu yang Mulia,

By: Asy-Syaikh Muhammad Mukhtar Ay-Syinqithi

Pengobatan Hati

Share


Dialah Allah Penguasa Tunggal satu-satunya. Dialah Allah Yang Maha Gagah Pemilik Alam Semesta. Semuanya Yang Ada adalah ciptaan-Nya. Takluk pada pemilik-Nya. Yang Maha Tahu Segala Kebutuhan hamba-Nya. Dialah Allah Yang Membagi rejeki hamba-hamba-Nya.

Orang yang paling beruntung adalah orang yang ahli takwa yang hatinya yakin pada Allah, lahirnya istiqamah patuh kepada Allah. Dunia berikut isinya hanya sekadar pelayan, tidak ada-apanya dalam pandangannya. Kita mampir sebentar di dunia untuk berbekal pulang. Besok lusa mungkin tiada. Allah menciptakan kita bukan Allah memerlukan kita, tetapi untuk mengabdi kepada-Nya untuk kepentingan kita, bukan untuk keuntungan Allah.

Allah Maha Tahu niat sekecil apa pun. Senyum, misalnya, bisa saja sama tersenyum, tetapi niatnya Allah SWT mengetahui persis senyum itu untuk siapa. Tiada kebohongan untuk bersembunyi. Hatilah pusat pandangan Allah. Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui." [QS Ali Imran : 29] “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad kalian dan tidak juga kepada rupa-rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati-hati kalian (dan amalan-amalan kalian)” (HR. Muslim)

Dalam shalat sama gerakan dan bacannya, yang membedakan kondisi hatinya. Allah mengetahui persis apa yang ada di dalam hati kita. Berbahagialah yang berhati bersih, yaitu orang yang ikhlas dalam beramal
Hati bisa dikategorikan menjadi tiga bagian :

Qalbun mayyit

Hatinya seperti mayat. Tidak ada guna sama sekali. Baik buruknya ditentukan hawa nafsu. Maka ia akan berbuat keji dan biadab, karena tidak ada nurani. Mata dan telinga hati sudah buta. Orang seperti ini benar-benar celaka dunia akhirat. Dalam surat Al Baqarah ayat 6 tercantum: “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.”

Qalbun Mariidl

Hati yang berpenyakit. Penyakit hati itu sendiri apabila dijelaskan akan meliputi berbagai tingkatan. Di dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 10 difirmankan : “Di dalam hati mereka [orang-orang munafik] ada penyakit, maka Allah tambahkan penyakit ke dalam hati mereka dan bagi mereka ada adzab yang pedih disebabkan kedustaan mereka”.

Qalbun Salim (Hati yang selamat)

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS As-Syu’araa 88-89).

Orang berqalbun salimlah yang benar tauhidnya. Seperti dua sisi mata uang, kedua mukanya pasti sama nilainya. Disebabkan Tauhid inilah mengapa para nabi diutus ke dunia. Orang bertauhidlah orang yang paling merdeka di dunia. Siapa paling bermartarbat terhormat itulah yang tauhidnya paling bagus. Setiap terbaik cita-citanya ada di dalam tauhid. Siapa yang paling mulia, ia yang tauhidnya paling bagus. Orang yang paling bertauhid, itu merdeka dari diperbudak harta manusia, jabatan, uang, atau apa pun kecuali hanya berharap dari Allah, dan tidak meminta pertolongan kecuali pada Allah. Sepanjang masih takut, ia masih menghamba pada sesuatu, ia bisa dikatakan tidak bertauhid dan tida merdeka.

Rahasia Akhlakul karimah adalah tauhid. Ukhuwah tidak akan bisa terjadi kalau tidak ada satu tujuan kepada Allah, berarti mesti dengan bersih tauhid. Masing-masing orang harus bermujahadah membersihkan hati. Terjadinya perpecahan karena adanya nafsu yang tidak terkendali. Dengan bersih hati masing-masing individunya, nanti Allah yang akan mempersatukan. Jika kita ingin tangguh kuat, maka tauhid kuncinya. Siapa yang yakin musibah terjadi dengan ijin Allah, dia tidak akan memelas kepada musibah kepada manusia. Tidak ada alasan untuk tidak kuat menghadapi hidup ini. Sepelik apa pun, tetap ajeg saja. Kenapa pahit, karena ukurannya dunia, dan rasa pahitnya itu sebagai tebusan atas dosa-dosa kita.

Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. (QS Al-Maaidah : 49)

Bagaimana mungkin kita mendapat ujian kemudian mengadukan kepada manusia, sedangkan kita tahu yang menyentuhkan ujian itu adalah Allah SWT, dan Allah sudah mengukur orang yang tauhidnya benar maka akan bersabar dan bersyukur.

Permisalannya adalah sebagai berikut: Seperti orang yang diketahui bau ketiak, maka dipastikan ia akan dijauhi orang lain. Bagi si penderita tidak perlu memelas agar orang lain bisa mengerti tentang keadaan dirinya, dan diharapkan mereka tidak menjauh bahkan tetap mendekat. Semestinya ia tidak harus sabar menunggu orang lain untuk mengerti, melainkan ia dituntut untuk bersabar dalam mengobati ketiaknya, dengan ikhtiar sekuat tenaga agar bau ketiaknya sembuh.

Kita lihat orang yang ada di rumah sakit, yang jasadnya sakit, tapi ridha menahan sakit, dan tetap berobat. Sabarnya orang yang ketiaknya bau, ridho dengan kenyataan, kemudian sabar untuk memeriksa dan mengobati atas kelemahan dirinya tersebut.

Ada orang yang rela melakukan general cek up. Setelah diketahui penyakitnya, ia pun harus mau untuk diobati, misalnya terdeteksi penyakit kanker, maka ia harus dikemoterapi, misalnya, padahal rasanya amat panas dan biayanya mahal pula, serta harus diisolasi. Tentunya semua itu agar badannya segera sehat. Tenaga, pikiran, biaya, pengorbanan dikeluarkan habis-habisan (all out) demi kesembuhannya.

Namun setelah sehat dengan memakan biaya yang besar, ternyata ujungnya ia tetap akan mati. Ini mengherankan, ketika orang itu habis-habisan untuk sehat lahirnya, tetapi tidak habis-habisan untuk menyembuhkan sakit batin. Padahal penyakit hati itu jauh lebih ganas, bisa mencelakakan, lebih menghinakan dunia akhirat. Sakit lahir tatkala mati maka dianggap selesai. Sedangkan sakit batiniah, ketika mati maka akan menjadi awal dari seluruh masalah besar, karena adanya azab kubur. Azab kubur itu lama dan pasti adanya sebagaimana kita pasti mati.

Siapa pun, sesungguhnya ingin bahagia, terlindungi, kokoh, tercukupi. Maka dari itu, tugas kita harus mesti sungguh-sungguh untuk mengobati penyakit hati. Sebab dengan hati yang sehatlah keinginan tersebut bisa dicapai. Seorang yang berpenyakit hati sombong, misalnya, tidak mungkin ia bisa bahagia, ia tidak selaras dengan hatinya, karena ciri utama sifat sombongnya adalah tidak mau mengakui atas kesalahan dirinya.

Gejala penyakit hati membuat diri labil, tidak ajeg dan tidak mantap dalam menjalani hidup. Goyah tidak tenang, bingung, menyandarkan diri ke sana sini, padahal Allah sangat dekat. Itu semua ciri adanya dosa di hati yang menimbulkan rasa gelisah, karena hatinya terhijab kepada Allah. Orang yang bersih hati situasi sepelik apa pun ia akan mantap. Allah senantiasa bersama dengan orang yang bersih hatinya, karena Dia Maha Suci, akan bersemayam pada hati yang bersih.

Orang yang tercerahkan hatinya ketika dia mendapatkan masalah, pertama yang akan dilakukannya adalah berbicara terhadap penguasa semua makhluk.
Makhluk tidak memberi manfaat apa-apa tanpa ijin Allah. Ridho terhadap ujian Allah, dan menyadari bahwa ujian itu karena dosanya, dan memohon taubat atas dosanya.
Allah Pengatur segala rencana. Dan ia harus bulat terlebih dahulu kepada Allah. Yakin dengan bulat hati maka akan mendapat jalan untuk menemukan solusi.

Sedangkan bagi orang yang berpenyakit hati, sikap dan keputusannya akan dangkal, tidak bisa tajam berpikirnya. Pendek sekali tidak bisa menganalisa lebih jauh. Dia bermasalah dengan orang lain dan dirinya sendiri, karena aura yang terpancarnya aura kepicikannya.

Target bersih hati harus secepatnya, tidak bisa dipasang dalam jangka waktu kapan, apalagi masih lama. Karena masalah umur kita tidaklah tahu. Semestinya targetnya bagaimana husnul khatimah dengan mujahadah
Lalu bagaimana cara mujahadahnya agar hati kita bisa bersih? Mintalah berbicara sejujurnya tentang hati kita. Kalau mempunyai anak yang masih kecil tanyalah mengenai diri kita. Bila memerlukan proses uzlah, lakukanlah karena itu bagian dari proses penyembuhan. Sering-seringlah berkhalwat, karena itu akan melatih kita agar senantiasa ingin selalu dekat dengan Allah merindukan-Nya bila banyak terlupa.

Para sahabat nabi saw hijrah dalam keadaan miskin meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah, setelah di Medinah, mereka kembali lagi memiliki harta kekayaannya. Jangan berat melepas apa pun yang menjadi hijab kepada Allah. Tidak ada yang lebih penting di dunia ini kecuali kita bisa selamat husnul khatimah.
Maka, bila memiliki keinginan, mestinya keinginannya hanya satu, yakni bisa bersih hati. Nanti diberi dunia yang tidak akan ke mana-mana. Dunia ada di tangan, kalau takdirnya kaya, kaya di hati kaya di tangan, di hati tidak ada di tangan ada. Di hati tidak ada harta di tangan pun tidak ada, karena dimanfaatkan di jalan Allah SWT.

Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan. (QS Al An’am : 3)

Mau terang-terangan atau secara sembunyi semuanya dihitung Allah. Mari kita bermujahadah dengan ikhlas, sebab bila tidak ikhlas, kita bisa menjadikan mujahadah ini sebagai obyek pura-pura, tidak asli, mengangkat diri di hadapan manusia. Mau berpuluh tahun tidak akan sampai bila seperti itu.

oleh Aa Gym
sumber I Love Allah Indonesia

Makna Kalimat Tauhid

Share
Para ulama telah menyebutkan bahwa makna لا إله إلا الله ini mengandung beberapa syarat yang jika tidak terpenuhi maka dia tidak akan sempurna.

Dan syarat kalimat لا إله إلا الله adalah delapan, yaitu:

Pertama: Memahami maknanya, maksudnya dan apa-apa yang dilarangnya serta apa-apa yang menjadi tuntutannya.

قال تعالى: فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ 

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. (QS. Muhammad: 19).

Pada riwayat Muslim di dalam kitab shahihnya dari Utsman radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang mati dan dia mengetahui bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebanarnya kecuali Allah maka dia pasti masuk surga”.[1]
Dan banyak manusia yang mengucapkannya dengan lisannya semata namun dia tidak mengetaui apaun dari artinya, oleh karena itulah mereka terjebak di dalam kesyirikan.

Kedua: Keyakinan yang menghilangkan keraguan, yaitu orang yang mengucapkannya harus meyakini apa-apa yang ditunjukkan oleh makna kalimat ini. Dan jika di dalam hatinya terdapat keraguan terhadap apa yang ditunjukkan oleh makna kalimat ini maka ucapannya tersebut tidak memberikan manfaat apapun baginya.

قال تعالى:  إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu. (QS. Al-Hujurat:  15).

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah, maka tidaklah seorang hamba yang bertemu Allah dengan meyakini kalimat tersebut dan dirinya tidak ragu dengannya kecuali dia akan masuk surga”.[2]

Ketiga: IKhlas yang menghapuskan kesyirikan. Seseorang tidak mengucpakannya karena riya’ atau sum’ah.

قال تعالى : وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ 

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada -Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (QS. Al-An’am: 5).

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shihihnya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: orang yang paling bahagia dengan syaf’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan لا إله إلا الله dengan ikhlas dari dirinya”.[3]
Keempat: Kebenaran yang menghapuskan kebohongan. Dia mengucapkan kalimat لا إله إلا الله dengan benar bersumber dari hatinya.

قال تعالى: الم. أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Alif laam miim (2) Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. (3)Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. )QS. Al-Ankabut: 1-3).

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Tidak ada seorangpun yang bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah dengan ucapan yang benar-benar dari hatinya kecuali Allah mengharamkan dirinya dari api neraka”.[4]

Di dalam hadits ini disyaratkan pengucapan kalimat ini dengan sebenar-benarnya.
Kelima: Cinta yang menghapuskan kebencian. Dia mencintai kalimat ini dan apa yang ditunjukkan oleh kalimat ini serta orang-orang yang berbuat dengan tuntutan kalimat ini.

قال تعالى: وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلهِ

Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. (QS. Al-Baqarah: 165).

Keenam: Tunduk terhadap apa yang ditunjukkan oleh kalimat ini, yaitu tunduk yang menghapuskan sikap meninggalkan tuntutan kalimat ini. Maka wajib bagi orang yang beriman untuk tunduk terhadap makna yang dikandung oleh kalimat لا إله إلا الله baik secara lahiriyah atau bathiniyah.

قال تعالى:  وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, (QS. Al-Nisa’: 125)

Kepasrahan adalah bentuk ketundukan kepada perintah Allah Subahanahu Wa Ta’ala.

Ketujuh: Penerimaan yang menghapuskan penolakan. Maka wajib menerima apa yang menjadi tuntutan kalimat ini baik berupa ibadah kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala semata tanpa mempersekutukan -Nya dengan sesuatu apapun dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah Subahanahu Wa Ta’ala, maka barangsiapa yang mengucapkannya namun dia tidak menerima apa yang menjadi tuntutan kalimat ini maka dia termasuk orang yang dikatakan oleh Allah Subahanahu Wa Ta’ala di dalam firman -Nya:

قال الله تعالى:  إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ

Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. (QS. Al-Shoffat: 35)

Kedelapan: Mengningkari setiap sesembahan selain Allah Subahanahu Wa Ta’ala seperti penyembahan terhadap tahagut dan menetapkan ibadah hanya kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala semata.

قال الله تعالى:  فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ

sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat. (QS. Al-Baqarah: 256).
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari  Abi Malik dari bapaknya bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang mengucapkan لا إله إلا الله dan meningkari penyembahan selain Allah maka harta dan darahnya menjadi haram dan perhitungan dirinya diserahkan kepada Allah”.[5]

Di antara keutamaan kalimat yang agung ini adalah:

Pertama: Akan dibukakan bagi orang yang mengucapkannya, delapan pintu surga. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Ubadah bin Shamit radhillahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang mengucapkan tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah Subahanahu Wa Ta’ala semata, tiada sekutu bagi -Nya dan Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya, dan Isa adalah hamba Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan anak dari hamba Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan kalimat -Nya yang dihunjumkan kepada Maryam dan ruh dari -Nya, dan surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya maka Allah Subahanahu Wa Ta’ala akan memasukkannya ke dalam surga dari pintu manapun dari delapan pintu surga yang disukainya”.[6]

Kedua: Orang yang mengakui kebenaran kalimat ini sekalipun dia seorang pelaku maksiat dan dimasukkan ke dalam neraka akibat kemaksiatannya namun mereka tetap akan dikeluarkan dari api neraka. Di dalam kitab as-shahihaini dari Anas radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Allah subahanhu wa ta’ala berfirman: Demi Keperkasaan -Ku, demi kemuliaan -Ku, demi kebesaran -Ku, demi keagungan -Ku, Aku akan mengeluarkannya dari neraka orang yang mengatakan (لا إله إلا الله)[7]
Diriwayatkan oleh Al-Thabrani di dalam Al-mu’jamul Ausath dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersada: Barangsiapa yang mengucapkan لا إله إلا الله maka ucapannya itu akan memberikannya manfaat pada suatu masa dan sebelum itu dia akan mendapatkan apa yang sebelumnya diperbuat oleh dirinya”.[8]

Ketiga: Barangsiapa yang mengucapkannya sebelum kematiannya dan dia meninggal  atasnya maka dia masuk surga. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari Muadz bin Jabal radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang akhir kalamnya لا إله إلا الله maka dia pasti masuk surga”.[9]

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

[1] Muslim no: 26 [2] Muslim no: 26
[3] Al-Bukhari: no:
[4] Al-Bukhari no: 128 dan Muslim: no: 32
[5] Muslim: no: 23
[6] Shahih Muslim: no: 28 dan Bukhari no: 3435
[7] Al-Bukhri no: 7510 dan Muslim: 192
[8] Al-Thabrani 6/274 no: 6369 dishahihkan oleh Al-Albani di dalam kitab shahihul jami’s shagir 2/1098 no: 2434
[9] Sunan Abu Dawud no: 3116

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites